[caption id="attachment_257977" align="aligncenter" width="537" caption="Mudik Ceria (source: blog.kliktoday.com)"][/caption]
Andai saja turun hujan es krim..
Oh betapa senangnyaaa....
Kan kubuka mulutku lebar-lebar..
AAA AAA AAA...
Oh betapa senangnyaaaa...
Dendang riang si Kakak yang ditirukan dengan loncat-loncat oleh si Dedek memenuhi kabin yang panas siang itu. AC yang di-set full tidak mampu meredam peluh yang membanjir membasahi tubuh kecil mereka. Yup..siang hari yang terik, dari jam 10 pagi sampai 3 sore kita melintas..ehh..merambat pelan menyusuri sepanjang jalan tol Palikanci - Cirebon yang gersang. Sebuah perjalanan ritual tahunan..mudik dan arus balik, dan ini adalah cerita saat ritual mudik - balik yang lalu saat si Kakak masih TK.
Ritual mudik bagi kami sebagai orang kampung yang merantau ke Ibukota merupakan ritual wajib, meski urusan pulang kampung saat libur panjang pun kita tidak lewatkan. Meski setiap tahun menurut catatan departemen perhubungan jumlah pemudik naik, dengan sadar bakalan macet di jalan tetap bukan jadi penghalang untuk urusan satu ini. Bermacet ria di jalan merupakan salah satu nilai seni dari ritual mudik ini. Seperti kisah yang kami alami saat arus balik di atas. Perjalanan awal dimulai berangkat dari rumah Eyang Putri saat menjelang Subuh. Normal perjalanan biasa ditempuh dalam waktu 12 jam. Awal perjalanan menyusuri jalur selatan naik ke tengah via Brebes kemudian masuk tol Pejagan masih lancar jaya. Sekitar jam 10 pagi sudah berada di jalan tol. Estimasi saat itu jam 3 sore sudah masuk Ibukota. Ternyata perjuangan baru dimulai dari titik itu. Arus keluar tol Cirebon stuck. Perjalanan di dalam ruas jalan tol Pejagan - Palimanan ditempuh selama 5 jam, di tengah terik mentari yang menyengat ubun-ubun. Berbagai bentuk hiburan coba dilakukan bergantian untuk mengusir kebosanan dan kepanasan sepanjang jalan. Dari mulai berbagai film yang diputar di roof monitor sampai lagu hujan es krim yg membuat duo krucil lupa dengan perjuangan panjang itu.. -:)
Sekitar jam 4 sore setelah berhasil keluar dari jalan tol kita berhenti sejenak untuk beristirahat dan mandi biar badan segar kembali. Kemacetan di depan belum menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Satu jam istirahat kita lanjutkan ikut arus lagi merambat menyusuri jalanan Pantura. Tak terasa gelap malam mulai menyelimuti, padahal Indramayu belum juga terlewati. Anak-anak sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Hampir putus asa sekitar jam 10 malam kita coba berhenti di hotel pinggir jalan yang dilalui. Satu hotel..penuh. Hotel kedua..ketiga..penuh juga. Akhirnya melihat sebuah hotel di seberang jalan, mudah-mudahan masih ada kamar kosong. Browsing sebentar cari no telpon dan akhirnya bisa kontak dan dapat kabar masih ada kamar kosong..:) Lanjut menyusuri jalan mencari u turn yang dibuka buat putar balik. Ternyata hampir satu jam karena jalan bagai keong belum ketemu juga u turn di tengah median jalan *putus asa. Sekitar jam 23.30 akhirnya dapat u turn, pas di depan sebuah resto "Pring Sewu".
Akhirnya memutuskan istirahat sebentar sambil isi perut. Rencana merebahkan diri untuk memejamkan mata barang satu atau dua jam. Ehh..ternyata anak-anak malah bangun dan kembali bernyanyi dengan ceria. Semangat baru muncul lagi melihat cerianya si duo krucil. Akhirnya diputuskan lanjut menembus pekat malam sepanjang Pantura. Mulai terlihat jalanan kosong dengan mobil parkir di sepanjang jalan. Oohh ya...baru terpikir, para pemudik pada istirahat karena sudah masuk masa kritis untuk endurance tubuh. Kesempatan...pedal gas diinjak lebih dalam lagi, kegelapan malam ditembus dengan lancar jaya. Finish menjelang Subuh sampai di home sweet home. Total perjalanan yang ditempuh selama 24 jam, tanpa istirahat memejamkan mata, single driver..WoW...!! Langsung tepar sehabis subuh, berangkat ngantor jam 10 siang..fresh lagi..:)
Kapok..?! Tidak ada dalam catatan kami untuk berhenti mengulangi ritual tahunan ini. Ritual mudik mempunyai makna yang mendalam bagi kami. Silaturahmi mengunjungi sanak keluarga merupakan point utama. Menjalin kedekatan dengan anggota keluarga begitu sangat berarti. Mengingat kami berdua merupakan pasangan orang tua pekerja, waktu berkumpul dengan anak sungguh merupakan momen yang sangat berharga. Dapat cerita juga dari seorang rekan kerja yang sudah punya anak menginjak remaja. Momen bermacet ria sepanjang perjalanan ternyata mempunyai makna yang sungguh luar biasa. Bapak..Ibu..Anak yang jarang berdiskusi di rumah karena kesibukan masing-masing ternyata memanfaatkan momen dalam kemacetan itu untuk saling berbicara, dari hati ke hati, menambah kedekatan hubungan di antara mereka. Sungguh sebuah cara memanfaatkan waktu dengan sangat positif dan berguna.
Jadi..jangan hanya melihat ritual mudik dari sisi penderitaan selama bermacet ria di perjalanan. Banyak sekali makna yang bisa kita gali di dalamnya. Banyaknya aktivitas mudik gratis yang diselenggarakan baik oleh swasta maupun pemerintah diharapkan bisa mengurangi tingkat kepadatan dan angka kecelakaan lalulintas. Yang pasti..safety first, utamakan keselamatan. Semoga mudik tahun ini lebih lancar dan lebih bermakna ya..? Jangan lupa oleh-oleh..^_^
Salam,
HUM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H