[caption id="attachment_176908" align="aligncenter" width="576" caption="Pedagang kaki lima di jalur sepeda (Doc: HUM)"][/caption]
Gowes minggu ini "terpaksa" diwarnai dengan aksi "pembubaran" pedagang kaki lima di pinggir jalan. Setelah blusukan masuk perkampungan sekitar, rute pendek kali ini dilanjutkan menyusuri bike road di kompleks perumahan menuju pulang kembali ke titik nol. Seperti terlihat di atas, gambar diambil pada rute bike zone di area depan sebuah kampus di titik 2 km sebelum masuk rumah. Sempat ambil gambar kemudian berhenti sejenak ngobrol melakukan mediasi dengan para pedagang dengan hasil mereka bergeser posisi sekian derajat dari titik awal tidak mengambil jalur sepeda.
Di perumahan tempat kami tinggal memang sudah disediakan jalur khusus untuk goweser di pinggir jalan utama. Hal ini tentunya merupakan bentuk apresiasi pengembang terhadap para goweser yang mulai cukup banyak terlihat eksistensinya. Mulai dari sekedar olahraga bareng keluarga maupun aktivitas bike to work di pagi maupun petang ketika pulang kerja. Pembuatan jalur khusus sepeda ini sangat bermanfaat tentunya bagi para pengguna kereta angin tersebut. Tapi yang sedikit disayangkan adalah di beberapa titik, hak pengguna sepeda telah "diserobot" dengan aktivitas yang lain, salah satunya seperti gambar di atas. Satu titik lain tepatnya di depan sebuah supermarket "raksasa", goweser juga harus menjumpai bike road yang diambil sebagai tempat mangkal ojeg menanti penumpang sehabis belanja. Yang sering dijumpai juga adalah pengguna kendaraan bermotor yang "mengambil hak" goweser dengan melewati jalur sepeda tersebut, bahkan seringkali yang terjadi adalah dengan melawan arus. Beberapa kali sengaja saya adu banteng tunggangan dengan biker yang melawan arus dan meyerobot jalur sepeda. Sengaja pitstop dengan posisi melintang dan mengingatkan pengguna kendaraan bermotor tadi untuk menggunakan jalur yang semestinya. Hasilnya adalah senyum kecut dari bikers yang saya "hadang" tadi. Jadi sebenarnya mereka sadar bahwa tindakan yang dilakukan tadi tidak benar. [caption id="attachment_176910" align="aligncenter" width="512" caption="Pangkalan ojeg di jalur sepeda (Doc: HUM)"]
[/caption]
Budaya saling serobot ini sudah biasa dan jamak di negeri ini. Mungkin budaya kekeluargaan dan saling berbagi di negeri yang terkenal ramah tamah penduduknya ini sedikit terpeleset disalahartikan menjadi saling mengambil hak orang lain. Lihat saja banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang trotoar yang sebenarnya merupakan hak bagi para pejalan kaki. Parkir liar dengan mengambil sebagian badan jalan juga dengan mudah bisa kita temui di jalanan ibukota. Peran pemerintah dengan regulasi dalam berlalu lintas memang menjadi salah satu kunci untuk pengaturan pembagian "hak" ini.
Di sisi lain, tugas kita sebagai warga negara yang mempunyai hak terhadap penggunaan jalan-jalan tadi sesuai fungsinya juga mempunyai peranan untuk pelaksanaan regulasi tadi. Dengan menggunakan jalur jalan sebagaimana fungsinya dan juga saling mengingatkan sesama pengguna yang lain untuk menghormati hak pengguna yang semestinya. Kesadaran akan hak orang lain kadang sedikit terlupakan dengan dalih "sudah biasa" atau "terpaksa" dan kadang kala kita harus siap untuk memberikan theraphy dalam rangka menyadarkan orang lain.
Aksi lawan arus atau menyerobot jalur sepeda tadi kebanyakan dilakukan oleh tukang ojeg, yang boleh dibilang mungkin lebih susah untuk disadarkan dibanding pengguna yang punya tingkat intelektual di atas mereka. Beberapa tukang ojeg yang pernah saya "hadang" tetap melanjutkan kendaraannya melawan arah meski senyum kecut dan tidak jarang malah mengumpat kesal. Sedikit lain dengan pengguna non ojeg yang tersenyum kecut dan "terpaksa" balik arah sesuai anjuran goweser yang menghadangnya *:senyum.
Memang dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk beragam tipikal pengguna jalan dan tingkat pemahaman serta kesadarannya. Kadang ironis juga ketika mendengar atau membaca berita pejabat dengan mobil dinasnya menyebot ke jalur busway. Semestinya dengan tingkat intelektualitas mereka, kesadaran akan hak pemakai jalan yang sebenarnya sudah tidak perlu diragukan lagi. Artinya memang beliau dengan sadar dan sengaja melakukannya, entah dengan pertimbangan apa. Jika setiap pengguna jalan sadar akan haknya dan hak orang lain, tentunya akan tercipta sebuah budaya yang tertib dan teratur di negeri ini. Fungsi kontrol dengan punishment yang dilakukan aparat kepolisian lalu lintas mejadi faktor yang penting untuk membangun budaya ini. Kita sebagai salah satu pengguna jalan juga memegang peran yang tidak kalah pentingnya. Taat terhadap aturan yang diberlakukan dan saling mengingatkan merupakan kunci terciptanya iklim saling menghormati hak pengguna yang lain. Saya melakukan hal kecil dengan cara seperti di atas, bagaimana dengan Anda?
Salam Gowes,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H