Lihat ke Halaman Asli

Bike to Work : (Mati Gaya) Pertamax Tanpa Subsidi

Diperbarui: 1 April 2017   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13326080051989916548

Senin pagi suasana begitu cerah. Udara segar terasa sejuk masuk ke rongga paru-paru. Bak seorang atlet profesional, dengan gaya nyentrik dan eksentrik, tidak ketinggalan kacamata berwarna kemilau layaknya kaca film mobil, Paijo dengan santai mengayuh pedal sepeda gunungnya. Logo emblem ‘bike to work’ menggelantung berayun di bawah sadel sepedanya. [caption id="attachment_168141" align="alignnone" width="333" caption="Gak pernah mati gaya (Doc: Gus_Jes)"][/caption]

Ya..sudah seminggu terkahir ini Paijo rutin pulang pergi kerja dengan sepeda barunya. Ini berawal dari kejadian seminggu yang lalu.

“Bune, konco-konco kantor itu punya rencana mbikin club sepeda lho..! nama club-nya apik tenan lho..’BTW Coy..!’, artine Bike to Work Community. Bener-bener keren…top..apik tenan to, Bune..?” Paijo membuka intro percakapan dengan istri tercintanya yang dari tadi terlihat manyun, mikirin harga sembako yang kian membumbung tinggi.

“Trus maksudnya apa to, Pakne…? Mau pengen beli sepeda baru gitu, piye..?” sambil bersungut tambah dua centimeter bibirnya. “Lha mbok pake’ sepedane Thole sing BMX itu kan yo bisa to..?” istrinya nambahin.

“Walah Bune, yo gak keren…apa kata dunia..ehh…konco-konco nanti, kepala bagian logistic kok beli sepeda aja gak bisa.”

“Lagian ini kan sebagai program penghematan juga, Bune. Kalo’ tiap hari pulang pergi kerja naik sepeda kan bisa irit. BBM buat mobil kita kan bisa berkurang, denger to kalo’ bulan ngarep mau naik lagi tu hargane? trus satu lagi nilai tambah yang tidak kalah penting, sambil olahraga, badan sehat dan mengurangi polusi udara. Bune tau efek rumah kaca..? global warming..?” Paijo memperkuat argumennya demi mendapatkan kucuran dana pembelian sepeda barunya.

“Yo wis karepmu, Pakne. Global warming opo Gombal amoh nggak mudeng, yang penting berarti uang belanja bisa nambah, Thole dapat uang saku lebih banyak buat nabung,to..?” Istrinya yang tontonan tiap harinya cuma sinetron  dan gossip selebrity menimpali omongan Paijo.

“Kalau dihitung-hitung, jarak rumah dan kantor tempat kerja hampir 10 km. Konsumsi rata-rata BBM 1 liter tiap 10 km, artinya pulang pergi 2 liter. Harga bensin subsidi 6 ribu (kalo’ jadi naik), lha wong harga minyak dunia kan naik jadi ikut naik…turun..ikut turun..(lha kok senengnya cumin ikut-ikutan ya.?) Kalo’ harga dunia naik trus kita bisa bertahan…itu baru keputusan yang top markotop..tak iye..:) Jadi dengan naik sepeda kan lebih irit 12 ribu, lumayan buat tambahan uang saku Thole.” Batin Paijo mencoba membuat kalkulasi, dia kan kerjaanya bagian pengadaan barang, biasa itung-itungan buat nawar harga.

Rupanya Paijo sedikit membuat kesalahan kecil dengan melupakan side effect dari bersepeda. Karena tidak terbiasa bersepeda, alhasil keringat bercucuran, capek dan lapar. Sampai tempat kerja harus menyempatkan diri mengunjungi kantin, sarapan lagi. Kebiasaan Paijo mentraktir teman-temannya menambah bengkak budget hariannya. Alhasil minimal 20 ribu dia keluarkan. “Yang penting olahraga, badan sehat” Paijo masih mencoba buat rasionalisasi. Pagi itu seperti biasa sehabis mampir sarapan di kantin, anggota BTW Coy lagi ngumpul. “OK, hari sabtu nanti BTW Coy jadi ‘Jungle Tracking’, segera buat poster yang besar, pasti banyak anggota baru yang tertarik.” Waskito, ketua umum BTW Coy ,mengakhiri meeting singkat di kantin.

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline