Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Aku Dilarang Mengucapkan Selamat Natal?

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14208689811728759059


"Selamat Natal..."
Sebaris kata terlontar dari mulutku ketika berpapasan dengan seorang perempuan.
"Husshh...tidak boleh..!", perempuan itu menyahut sapaanku tadi.
Hhmm...sepertinya salah orang, gumamku dalam hati. Sekilas kupandang sosok perempuan yang berbapasan tadi. Pakaian putih bersih dikenakannya dengan kerudung anggun yang menyisakan raut mukanya yang cukup ramah. Identitas sebagai seorang muslimah terlihat jelas, pantas saja dia tidak menyambut ucapan selamat natal tadi.

Masih kususuri koridor pejalan kaki yang dipenuhi pohon rindang di kanan kiri yang membuat siang itu terasa cerah dengan angin sepoi-sepoi menerpa ujung rambut ini. Di kejauhan terlihat seorang laki-laki yang sedang berjalan menyusuri koridor yang sama. Sebentar lagi tentunya akan berpapasan denganku.
"Selamat Natal, Pak...", sekali lagi terlontar ucapan yang sama seperti tadi. Reaksi sang bapak ternyata tidak jauh beda dengan perempuan berkerudung tadi, bahkan lebih singkat "Hushhh...!, sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirnya yang dihiasi kumis tipis dan...ohh..iya, ternyata si bapak juga berjenggot lumayan tebal. Ohh...seorang muslim juga kah..?

Belum lama si bapak berlalu dari hadapan ketika di depan terlihat seorang laki-laki berpakaian putih bersih, berkacamata dengan kulit yang putih juga, khas seorang warga keturunan. "Kali ini mudah-mudahan tidak salah lagi", kataku dalam hati.
"Selamat Natal...", sambil tersenyum kulontarkan sekali lagi ucapan yang sama. Kali ini reaksinya ternyata tidak beda jauh, tetap dengan "Hussshh...!", meski sedikit senyum terlihat sambil berlalu.

Sebuah kursi taman di bawah sebatang pohon yang rindang akhirnya menjadi tujuanku menghempaskan diri. Sambil merenung apa yang salah dengan ucapan "Selamat Natal" ku tadi. Perlahan kuraih dompet dari balik saku celana. Entah apa yang mendorongku untuk mengeluarkan selembar KTP dari sela-sela lipatan dompet. Segera muka ini berbinar melihat tulisan di dalamnya. Kulihat perempuan berkerudung tadi tidak jauh dari tempatku duduk. Segera kuberlari menghampirinya dengan muka berbinar. "Hari ini benar tanggl 25 kan, Bu..?"
"Iya, betul...ada apa kok gembira begitu..?", jawabnya dengan antusias. "Coba lihat KTP ku, Bu..", sambil kusodorkan selembar KTP ke depannya. Tertulis di situ, tanggal lahir 26 Juli 1969, "berarti besok aku ulang tahun...!!", teriakku gembira.
"Wah, selamat ya...coba kasih tahu teman-teman yang lain", si Ibu dengan antusias menambahkan.
Segera kuberlari keliling taman sambil teriak gembira, "Teman-teman....besok aku ulang tahunnn...!!"

[caption id="attachment_345715" align="aligncenter" width="575" caption="RSJ (Doc: OM AY)"][/caption]

Rasa gembira yang meluap membuatku terus berlari mengelilingi taman dan berteriak kepada setiap orang yang berpapasan. Sampai akhirnya aku berlari ke pintu gerbang dan sekilas terlihat sebuah papan nama besar terpampang di sana "Rumah Sakit Jiwa". Ahh...ternyata aku gila..

Salam,

HUM

*terinspirasi liburan di RS (nggak pakek "J") :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline