Lihat ke Halaman Asli

Mungkinkah Kenaikan harga BBM Tidak Memberatkan Rakyat?

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika pertanyaan ini diajukan ke semua orang bahkan kepada orang pintar sekalipun yang bergelar profesor, pasti kita akan dapati jawaban yang sama yaitu kenaikan BBM pastinya akan memberatkan bagi rakyat, dalam arti rakyat miskin, bukan rakyat mampu. Point yang ingin diambil ialah bagaimana dengan kenaikan BBM dapat dicari solusi meminimalkan beban yang akan ditanggung rakyat kebanyakan.

Tahukah anda di tahun 2013, PLN melakukan kenaikan listrik yang cukup menarik, kalau bisa dibilang cukup brilliant? Saya yakin hampir sebagian besar pelanggan PLN, mengetahui kenaikan listrik, dan hampir sebagian besar pula tidak terlalu merasakan beban yang terlalu berat akibat kenaikan harga listrik tersebut. Kenapa? Karena PLN menerapkan kenaikan secara bertahap dalam setiap triwulan.

Pelanggan PLN di tahun 2013, sebagai contoh untuk golongan 2.200 VA, naik dari tarif awal Rp795/Kwh menjadi Rp843/Kwh pada triwulan pertama, Rp893/Kwh pada triwulan kedua, Rp947/Kwh per triwulan ketiga dan Rp 1004/Kwh di triwulan keempat. Rata-rata persentase kenaikan setiap triwulan sebesar 6% atau total kenaikan hingga akhir tahun sebesar 26%. Dengan kenaikan sebesar 6%, tampaknya tidak terlalu berat dan tidak terlalu begitu dirasakan. Akan sangat berat dan pasti sangat dirasakan jika harus membayar lebih mahal langsung sebesar 26%. Ilustrasinya jika sebuah rumah tangga setiap bulan harus membayar sebesar 200 rb per bulan, dengan kenaikan 6 % menjadi 212 rb, tentu nilai 12 ribu tidak terlalu dirasakan berat, berbeda jika kenaikan langsung di 26%, maka kenaikan 52 rb akan langsung berpengaruh terhadap keuangan rumah tangga tersebut.

Pengalaman menarik dari kenaikan listrik tersebut bisa kita terapkan dalam rangka mengurangi subsidi BBM yang pada RAPBN 2015 mencapai Rp291,11 triliun. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN-P 2014 sebesar Rp246,46 triliun. Subsidi yang sedemikian besar itu sangat tidak tepat sasaran karena 70% dinikmati pemilik mobil pribadi dan kalangan berduit.

Ada beberapa opsi simple terkait kenaikan BBM yang meminimalkan beban dan resiko yang intinya bahwa kenaikan BBM itu dilakukan sedikit demi sedikit secara bertahap jangan langsung tiba-tiba kenaikan dengan persentase yang tinggi. Orang Indonesia bisa dibilang cukup “kagetan”, dikhawatirkan langsung berefek domino pada berbagai sector lainnya.

Berikut pemikiran sederhana, praktis dan tanpa basa-basi, dan sepertinya tidak sampai memberatkan dan yakin tidak akan terlalu berefek besar terhadap sector lainnya :

1. 1. Kenaikan harga BBM premium sebesar Rp 100 /liter dilakukan setiap minggu. Ya benar, setiap minggu. Maka dalam 6 bulan kedepan harga premium bisa mencapai Rp 9000 / liter.

2.2. Kenaikan harga BBM premium sebesar Rp 200 / liter dilakukan setiap 2 minggu. Sekali lagi benar, tiap 2 minggu. Maka dalam 6 bulan kedepan harga premium bisa mencapai Rp 9000 / liter.

Coba kita ilustrasikan, jika kita biasa isi premium 100 rb, lalu minggu ini naik 100 rupiah (1.5%), maka kita membayar menjadi Rp 101.500 lebih 1500 rupiah… ah tentu tidak begitu masalah kan dst…. Selama ini yg terjadi memberatkan karena waktu kenaikan dianggap sebagai momentum untuk sektor lain ikut-ikutan menaikan harga. Jika tiap minggu dan nilainya kecil, tentu sektor lain sulit mencari alasan menaikan harga karena persentasenya terbilang sangat kecil.

Jadi tiap minggu atau dua minggu sekali dirasa waktu yang cukup pas untuk waktu kenaikan harga BBM. Jika dengan kenaikan sebesar Rp 2.000 saja mampu menghemat dana subsidi hingga Rp 96 triliun, maka akhir tahun 2016, bisa jadi subsidi benar-benar bisa dihapuskan. Insya Alloh. Yang jelas gunakan subsidi tersebut dapat dipakai untuk hal-hal yang sangat mendasar seperti kesehatan, pendidikan, pupuk, membuka pelatihan, lapangan kerja dll.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline