Lihat ke Halaman Asli

Pilihan Kata - Identitas

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Menyikapi apa yang berkembang dalam bahasa kita menjadi beragam. Bahasa yang tidak “satu” pengertian, baku dan kaku. Bahasa pilihan oleh mereka, mirip pilihan kata oleh penyair dalam menggubah kalimat dalam menulis syairnya. Meski antara pengguna bahasa masyarakat dan penyair yang dalam mencipta karya, jelas berbeda pengertiannya. Yang satu menggampangkan, yang lainnya mempertimbangkan dengan cermat. Yang satu berantakan, yang lain indah dinikmati. Apa boleh buat.

Penggunaan kata dalam berbagai kesempatan harus sudah diperhitungkan ketepatan serta kesesuaiannya. Ketepatan ialah hal yang menyangkut makna, logika, kesamaan maksud.Kesesuaian yaitu kecocokan dengan konteks sosial; apakah kata-kata yang dipilih atau dipakai dapat diterima oleh masyarakat, pendengar atau pembaca.Terutama yang lebih penting adalah apakah pilihan kata yang kita pakai sudah merupakan pilihan kata yang baku. Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata–kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata–kata yang tepat atau menggunakan ungkapan–ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa–nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.

Kata Umum dan Kata Khusus

Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang ligkupnya,Makin luas ruang lingkup suatu kata, maka makin umum sifatnya . Makin umum suatu kata, maka terbuka kemungkinan salah paham dalam pemaknaan.Makin sempit ruang lingkupnya, makin khusus sifatnya sehingga makin sedikit kemungkinan terjadinya salah paham dalam pemaknaan, dan makin mendekatkan penulis pada pilihan kata secara tepat.Contoh kata berjalan perlahan-lahan lebih umum dibanding dengan tertatih-tatih.

IDENTITAS

Identitas bagi kebanyakan orang adalah selembar kartu nama yang mengukuhkan keberadaan mereka dengan sebuah nama, profesi dan kedudukan. Memperhatikan khaos yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir, saya merasa ada perlunya untuk mendalami makna identitas. Karena identitas ternyata adalah biang yang memporakporanda berbagai negara,  memecahbelahkan bangsa-bangsa, dan memposisikan manusia yang paling tidak politis sekali pun di satu sudut ruang berseberangan dengan berbagai perbedaan yang berpotensi konflik.

Apa yang membedakan kita atas nama kepercayaan, suku, dan bangsa, sudah terjadi sejak kita dilahirkan. Tanpa kita sadari ketika kita dilahirkan sebuah predikat langsung melekat pada keberadaan kita. Nama kita mengikat kita pada satu keluarga, satu kepercayaan, satu komunitas dan satu bangsa.

Identitas adalah sebentang Mobius yang melilit. Di satu sisi, ia mengukuhkan kebersamaan satu kelompok, keselarasan visi dan ambisi, namun atas atas nama kemajuan, prestasi dan kebersamaan, ia juga mampu secara brutal menghancurkan pihak yang dinilai mengancam azas-azas yang mengukuhkan kelompoknya. Tindakan anarkis dianggap sah karena ia membela kedaulatan kelompok. Tak ayal lagi, inilah insting survival purba yang kita wariskan dari leluhur kita sejak zaman Neolitik.

Sebaliknya, kita bisa memaknakan identitas dengan parameter yang lebih luas. Identitas, menurut Amin Maalouf, sekaligus inklusif dan eksklusif. Sebagai contoh, sebagai warga Indonesia beretnis Cina, maka saya dianggap warga minoritas. Tetapi sebagai anak turunan Cina, saya termasuk golongan warga terbesar di dunia. Perbedaan perspektif ini tergantung dari sudut referensi mana kita meneropong kedudukan kita. Sebaliknya, sebagai anak turunan Cina, dilahirkan di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, menulis tiga novel dalam bahasa Inggris, membesut sebuah film tentang seorang pegawai kecil di bagian arsip dan bermukim di kawasan Lebak Bulus, saya menjadi sangat unik, karena tidak ada manusia lain selain saya yang menyandang predikat seperti ini.

Tetapi kalau kita meneliti ini lebih dalam, maka kita akan menyimpulkan bahwa individualitas ini sebenarnya tidak secara keseluruhan murni, karena ia juga bermuatan berbagai elemen eksklusif yang bertautan dengan berbagai manusia, lepas dari kepercayaan, suku maupun kebangsaan. Sebagai contoh, saya berbagi satu hobi membaca dengan berjuta-juta manusia lain. Saya juga punya kesamaan seperti mereka yang suka bakmi, tahu, ataupun kue putu atau dengan mereka yang suka lagu-lagu Jeff Buckley.

Perumpamaan di atas secara gamblang menunjukkan betapa fleksibel sebenarnya identitas itu. Dalam skala makro, keberadaan kita mau tidak mau bertautan dengan begitu banyak manusia dari latar yang berbeda-beda dan tidak terbatas oleh demarkasi lokasi ataupun bangsa.

Ilmu pengetahuan yang tadinya kita harapkan sebagai bintang penyelamat untuk membebaskan kita dari ortodoksi identitas, ternyata malah membuat kita semakin terjerumus dalam jurang pemisah. Pengetahuan, menurut Michel Foucault, hanya bisa membangkitkan lebih banyak pengetahuan. Michel Foucault memberi contoh seperti ini: seorang dokter yang kena flu tahu bagaimana mengobati dirinya dengan memilih obat yang tepat, tapi untuk kesehatan jiwanya ia tidak mampu memberikan preskripsi untuk dirinya. Karena untuk mengobati jiwanya ia membutuhkan lebih dari obat, ia perlu melakukan pelatihan-pelatihan – tehkne tou biou — untuk mencapai satu titik konversi — metanoai. Tehkne tou biou ini bukan sebuah antidote, seperti antidote untuk flu, tetapi sebuah perjalanan spiritualitas yang perlu ditekuni dalam hidup masing-masing. Pengetahuan dalam hal ini tidak mampu banyak membantu, karena ia justru mengakibatkan kita terperangkap dalam sejarah, tradisi dan segala embel-embel kepurbaan yang semakin mengikat kita pada satu identitas. Ia tidak mendorong kita untuk lebih mendekat pada realitas kehidupan dalam arti sebenarnya.

Identitas juga bercermin pada Yang Lain (The Other). Ia tidak bisa lepas dari pengakuan/pengukuhan orang lain. Identitas manusia selama hidupnya dicerminkan oleh seperangkat opini orang lain. Identitas dalam hal ini terkandung kesemuan yang menjadi kenyataan ketika kita mengkonfirmasi predikat-predikat dari orang lain. Ini paradoks yang kita bawa dari lahir yang akan terus melekat kecuali kita melakukan sesuatu untuk membebaskan diri dari tirani penafsiran Yang Lain. Dari penelitian proyek genome manusia, kita diajarkan bahwa kita tidak mungkin bisa sama seperti orang lain, sekalipun kita berusaha keras. Keunikan setiap individu sekaligus adalah kekuatan diri dan kelemahannya. Kekuatan karena dengan memahami keunikan itu kita tidak tergoyahkan oleh penafsiran Yang Lain. Kelemahannya adalah ketika kita berupaya untuk mengukuhkan identitas itu.

Seperti jalan menuju kesejahteraan jiwa harus melewati tehkne tou biou, pengasahan subjektivitas, maka untuk menjangkau orang lain kita juga perlu bekerja keras. Langkah pertama adalah membebaskan diri dari identitas. Manusia bebas identitas tidak memandang perbatasan negara, perbedaan suku atau pun kepercayaan sebagai jurang pemisah. Karena manusia pada dasarnya terikat dalam kebersamaan yang tak terelakkan, yaitu sebagai kelompok manusia berakal sehat dengan nilai-nilai kebaikan hakiki, mengemban visi yang sama, yakni dunia yang lestari dan damai. Dunia tanpa perbatasan dan identitas memungkinkan manusia untuk berpadu dalam satu komunitas dunia, bahu membahu menyelesaikan persoalan satu kasus demi satu kasus, tidak saling menyalip demi kepentingan bangsa, suku mau pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline