Lengkong adalah salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Mumbulsari, ujung selatan Kabupaten Jember. Tepatnya kurang lebih 10 km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Jember. Secara administratif Desa Lengkong termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Mumbulsari. Luas wilayahnya mencapai 379,966 Ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 6.676 jiwa. Desa Lengkong sebelah barat berbatasan langsung dengan Desa Jenggawah Kecamatan Jenggawah, sebelah utara berbatasan dengan Desa Wirowongso, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kawangrejo, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Mumbulsari. Desa Lengkong mempunyai 4 (empat) dusun, antara lain Dusun: (1) Krajan, (2) Bulangan, (3) Peji, dan (4) Jambesari yang terbagi atas 10 RW dan 59 RT.
Pada awal tahun 2023 lembaga LP2M dari Universitas Jember menerjunkan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode I Tahun Akademik 2022/2023 dengan mengangkat KKN Tematik UNEJ Membangun Desa. Salah satu dari 55 kelompok yang diterjunkan di daerah Jember dan Bondowoso, yaitu kelompok 11 yang ditugaskan di Desa Lengkong Kecamatan Mumbulsari. Pada minggu pertama, kelompok 11 telah melakukan observasi desa dengan berkunjung ke semua dusun untuk mengetahui potensi dan permasalahan di desa Lengkong. Mayoritas mata pencaharian masyarakat pada Desa Lengkong adalah sebagai petani, wiraswasta, dan wirausaha. Komoditas pertanian yang utama pada Desa Lengkong adalah padi, sedangkan tembakau dihasilkan musiman. Pada sektor wirausaha ada berbagai macam usaha yang dimiliki penduduk Desa Lengkong, antara lain usaha tahu, tempe, kripik, krupuk, dan ternak lele,
Kelompok 11 KKN Tematik UNEJ Membangun Desa berkesempatan mengunjungi dan mengeksplor pengusaha tempe yang ada di Dusun Jambesari. Salah satu pengusaha tempe yaitu Bapak Juanda. Bapak Juanda memproduksi sendiri tempenya di rumah secara manual. Untuk jenis kedelai yang Bapak Juanda gunakan yaitu Kedelai Import, tidak dipungkiri bahwa kedelai lokal memiliki kualitas lebih baik dari pada kedelai import. Namun sangat disayangkan bahwa kedelai lokal yang dijual tidak tersortir dengan baik, masih banyak ditemukanya pasir atau kerikil saat penimbangan, sehingga hal ini dapat merugikakan para pengusaha Tempe termasuk Bapak Juanda.
Bapak Juanda menjual Tempe yang masih dalam kondisi mentah dan menjualkan sendiri dengan cara berkeliling dari dusun ke dusun dan tidak menerima tengkulak. Hal ini beliau lakukan karena harga kedelai import yang melambung tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh Bapak Juanda tidak banyak, dan beliau juga tidak bisa menurunkan harga untuk para tengkulak.
Dari pengamatan yang dilakukan kelompok 11 KKN Tematik, UMKM pembuatan tempe di Desa lengkong memiliki beberapa kendala dalam proses pengembangannya yaitu salah satu kendalanya dalam segi pemasaran karena pemasaran yang dilakukan dapat dikatakan kurang efisien, selain itu usaha tersebut belum memiliki nama dari tempat produksi tempe tersebut.
Hasil dari pengamatan kelompok 11 KKN Tematik yaitu akan membuat program kerja untuk membantu memasarkan dan pemberian nama pada usaha Tempe Bapak Juanda. Untuk memudahkan dalam pemasaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H