Lihat ke Halaman Asli

Bila Waktunya

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

pohon semboja di depan rumah bercat hijau itu tunduk

sedih … meratapi nasibnya yang hampir berujung

tadi pagi … burung pipit yang biasa hinggap didahannya memberi kabar..

pohon mangga tua di belakang rumah, nanti siang akan ditebang… rata dengan tanah

kemarin, burung pipit ini pula yang bercerita

kalau pohon nangka di ujung jalan, yang dulu sarat dengan buahnya,

telah ditebang dengan suara gergaji yang menyayat..

 

semboja terpekur… ingatannya kembali ke masa lalu

kala anak-anak lelaki pemilik rumah ini masih kecil

mereka berebut naik ke pohon mangga sahabatnya

terbayang buah-buah ranum bergelayutan

“cabang ke kanan ini punyaku”

“cabang ke kiri dan kedepan ini punyaku…!”

celoteh mereka masih terngiang -ngiang ditelinga semboja

 

terbayang pula anak perempuan pemilik rumah ini suka mengambil kembang kebanggaannya yang berwarna putih berbalur kuning

kembang itu diselipkan ditelinganya

kadang diuntai menjadi kalung dan mahkota

semboja bangga dapat menjadikannya seolah menjadi putri

 

dulu, ia juga suka mendengar pohon nangka di ujung jalan itu tertawa kegelian

tatkala orang orang menjolok buahnya atau memanjatnya…

 

matahari semakin tinggi

hari semakin panas

pohon semboja tua yang sudah jarang berbunga itu mematahkan 1 daunnya

ia meminta angin membawanya ke pohon mangga sebagai salam perpisahan…

 

kembali..ia terpekur…sendiri…menunggu saatnya tiba




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline