PANEL NO. 3 || Puisi Dian Chandra
Panel nomor tiga adalah tempat kita bernaung, di tengah rimbunnya pepohonan hutan. Kita tak perlu berlama-lama. Sebab, lutung budeng mulai berulah, sedang sepasang gajah telah sedari tadi bertingkah. Lihat di atas sana, burung berbulu-bulu panjang hingga melebihi pantat itu enggan menengok, di bawahnya bermukim garangan jawa yang merekam baik-baik percakapan kita.
Pada pagi yang hangat ini, kita harus bergegas. Panel-panel lain telah lama menunggu: dengan sabar bercampur keluh, untuk kita kecup buah-buahnya dan rengkuh dedaunannya. Kita akan ke puncak, tempat penghabisan segala panel dan relief yang orang-orang bertapa di dalamnya dan meminta teduh serta rindang yang sama di kampung mereka, di halaman rumah-rumah mereka.
Kita akan memandang jauh ke bawah, melihat sisa-sisa lumpur danau purba yang menjadikan pemukiman ini bak teratai yang mengapung di atas telaga, milik para biksu dan biksuni, rsi, dan hyang suci yang turun ke lembah dan kerap mereka agungkan dalam upacara bersaji pada bulan-bulan tertentu.
Kita akan menatap lama pada cangkang besar yang memeluk gundukan tanah. Akan kita hitung banyaknya tumbuhan serupa yang hidup dalam panel-panel dan relief-relief lalitavistara, dan juga Karmawibhangga. Akan kita minta hewan-hewan untuk turut serta dalam memilih dan memilah.
Sedang di hadapan kita, sang maestro bertubuh buddha berbaring menyamping, di depannya riuh suara para penghuni panel nomor tiga: meminta ranum burung jataka yang sabarnya tak putus-putus.
Toboali, 8 Januari 2022
FYI,
Puisi terinspirasi dari panel nomor tiga pada relief lalitavistara di Candi Borobudur. Relief lalitavistara banyak menggambarkan berbagai flora dan fauna yang kebanyakan memang berasal dari hutan di Pulau Jawa.
Puisi ini meraih juara dua dalam event menulis puisi di platform Opinia 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H