Lihat ke Halaman Asli

Dian Chandra

Arkeolog mandiri

Tulang-tulang Balung Buto | Puisi Dian Chandra

Diperbarui: 19 Oktober 2023   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

greetingsisland.com


Tulang-tulang Balung Buto berserak
mengumpul di lembah, di kali, di sungai, di lereng, di gunung
berumah dalam Sangiran
yang kau jual satu-satu, sembunyi-sembunyi pada Von Koenigswald
hasil perasan otak Eugene Dubois.

Hominid namanya, kadang-kadang Homo Erectus
manusia awal yang kini kerap kau tertawakan
pun sebut-sebut tak sesuai ajaranmu.

Lapisan-lapisan purba saksinya
tempat budaya lampau bermula
dengan serakan artefak batu juga fosil-fosil hewan dan tumbuh-tumbuhan
yang jadi rebutan penelitian
sudah sejak abad ke-19.

Yang gedungnya megah
berdiri tegak lurus menatap nyala api purba: Gunung Lawu
melukiskan tatap harap keseratus fosil manusia purba
yang sekujur tubuh (tulang belulang), jejak, lingkungan, dan makanannya adalah hingar bingar penelitian
yang menumbuhkan birahi UNESCO
lalu mempersuntingnya dengan mahar The World Heritage.

Tulang-tulang Balung Buto: ranum, gurih, dan membikin hendak
memancing UNESCO menggapai-gapai dengan nyala api yang sama purbanya
meski tanpa kulit berpasang daging, tulang-tulang Balung Buto mendekap keingintahuan dalam tanah Sangiran.

Toboali, 12 Januari 2022

Catatan: puisi tidak hanya terinspirasi dari situs Sangiran dan kehidupan manusia purba di dalamnya, tetapi juga terinspirasi dari mitos lokal yang menyebut-nyebut keberadaan Balung Buto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline