Lihat ke Halaman Asli

Dian Chandra

Arkeolog mandiri

Sapatha dari Negeri Seberang: Bab 1 Limpu || Novel Dian Chandra

Diperbarui: 7 Oktober 2023   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bab 1: LIMPU


Limpu namanya. Seorang anak kecil berusia tak kurang dari 8 tahun. Berbeda dari teman seusianya yang kebanyakan hanya bermain sepanjang hari, Limpu tidaklah demikian. Anak laki-laki itu sudah berpikiran jauh ke depan. Ia memiliki tekad untuk mengumpulkan 10 keping emas. Tujuannya hanya satu, yaitu dapat berlayar ke pulau seberang bersama ibunya.

Jangan tanya ke mana ayahnya! Ayahnya telah lama mati. Limpu sendiri tak pernah tahu sebab musabab kematian ayahnya itu. Alhasil, Limpu berjuang sendirian, bekerja demi tercapainya tujuannya. Bila pagi menjelang ia bergegas menuju hutan di belakang rumahnya untuk mencari kayu bakar hingga waktu makan siang tiba. Ia akan pulang dengan memikul perolehan kayu bakar di salah satu bahunya. Ia hanya membawa kayu secukupnya, sesuai dengan kemampuannya.

Sesampainya di rumahnya yang disebut hume, telah tersedia makanan untuk disantapnya yang disiapkan ibunya. Setelah beristirahat, biasanya ia akan melanjutkan pekerjaannya lagi. Kali ini ia akan menangkap ikan di sungai yang berada tak jauh dari kediamannya. Sendirian ia mencoba peruntungannya dalam menangkap ikan. Kadang ia ditemani oleh para mamang pencari ikan, bila tidak ia akan tetap melanjutkan pekerjaannya. Ia baru akan pulang setelah hari menjelang gelap sambil menenteng ikan hasil tangkapannya.

Sebelum sampai di rumah, biasanya ikan-ikan itu telah habis dibeli oleh orang-orang yang ditemuinya selama perjalanan pulang. Sesampainya di rumah, segera ia membersihkan diri. Saat malam menjelang, mungkin sekitar pukul 8 malam, ibunya akan mengajarkannya beberapa hal selain kemampuan membaca dan menulis, seperti ilmu perbintangan, ramu-ramuan, kisah-kisah budi pekerti dan pengetahuan lainnya. Sshingga, wajar saja bila Limpu yang masih kecil itu telah memiliki pemikiran yang lebih maju dari pada teman-temannya. Rupa-rupanya ibunya lah sumber segala pengetahuan dan pemikiran yang ia dapat.

Malam ini, sebelum tidur ibunya yang bermata sipit itu mendongengkannya sebuah kisah petualangan.

Alkisah, di suatu negeri yang tak pernah mengekang kaum wanitanya untuk sama majunya dengan kaum pria. Hiduplah seorang perempuan paruh baya yang telah kenyang dengan asam manis kehidupan. Perempuan ini tak diketahui namanya. Orang-orang hanya mengenalnya sebagai seorang saudagar yang dalam bahasa kuno disebut sebagai baṇigramī.

Baṇigramī telah memulai usahanya sejak ia masih kecil. Termotivasi dari kehidupannya yang miskin. Sejak kecil ia telah mencoba menjual sesuatu. Apa saja asal dapat menghasilkan uang. Lama kelamaan ia mampu membeli sebuah perahu yang mengantarkannya pada petualangan.

Mula-mula ia hanya mampu membeli sebuah perahu kayu kecil. Sendirian ia mendayung perahunya menuju desa sebelah. Sungai yang dibelah perahunya itu cukup deras dan akan sangat mengerikan bila terjatuh ke dalamnya. Di dalam perahu sudah ada aneka barang jualan yang akan ia tawarkan nanti di desa tujuannya.

Terlalu lama mendayung membuat tangannya lelah. Namun, tetap dilanjutkannya lah mendayung hingga sampai.

Lain kisah, diceritakan keberadaan seorang pria muda yang bergelar “orang laut” yang sangat berambisi untuk menjadi penguasa lautan. Ia mengajak rekannya untuk berjaga-jaga di sekitar lautan Vanka. Tujuannya agar orang-orang tak lagi menghormati datuk yang memerintah di Pulau Seberang. Karena menganggap sang Datuk tak becus memimpin hingga terjadi huru-hara di wilayah perairannya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline