Lihat ke Halaman Asli

Dian Chandra

Arkeolog mandiri

EPOCH - Cerpen Dian Chandra

Diperbarui: 12 Juni 2023   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit malam Kota Bugenvil tampak tak seperti biasanya. Tepatnya jauh lebih gelap, angin kencang sedari sore bertiup hampir menerbangkan banyak benda, dan anehnya tak ada suara binatang malam barang seekor pun.

Samar-samar dalam keremangan malam, seorang wanita terlihat sedang bersusah payah menyeret sebuah karung goni yang berisi sesuatu di dalamnya.

Dia sangat diuntungkan malam ini, sebab cuaca malam yang mendadak tak biasa telah membuat warga kota enggan untuk berada di luar rumah. Mereka lebih memilih untuk menutup semua pintu dan jendela, mematikan lampu luar, lalu duduk di depan perapian bersama keluarga masing-masing. Begitu lebih baik, pikir mereka.

Wanita itu masih saja sibuk dengan karung goninya, berjalan membelah jalanan. Tanpa ia sadari lampu jalanan berhasil mengeksposnya, ia terlihat mengenakan jaket kulit, rok hitam pendek, sepatu bot sebetis, rambut panjang terikat ke belakang, dan .... Wajah yang menawan dengan sorot mata setajam golok penjagal.

Dia terus berjalan sembari menyeret karung goni di sepanjang jalan beraspal. Dia tak hanya kesulitan dengan bobot karung, tetapi juga harus melawan laju angin yang bertiup semakin kencang. Dia kuatkan tekadnya, berjalan terus meski harus terseok-seok. Sedikit lagi, pada belokan di depannya, dia akan sampai pada sebuah  pemakaman tua--milik keluarga Qens. Tepatnya, Kuburan Qens, begitu orang-orang menyebutnya, dibangun pada abad pertengahan oleh Sarah--si leluhur.

Dari jauh wanita berkulit seputih pualam itu dapat melihat gapura yang bertuliskan Qens of Almshouse, yang berarti Rumah Amal Qens, sebuah penamaan yang cukup janggal untuk nama dari sebuah kuburan, tepatnya pemakaman. Namun, wanita itu tampak tak peduli dengan keganjilan itu, padahal ke sanalah tujuannya.

Sejenak kemudian wanita itu berhenti, lalu menyunggingkan senyum terbaiknya.

 "Sebentar lagi Ghee akan benar-benar mati," desisnya. Tubuhnya masih cukup kuat untuk menyeret sekarung goni berbobot. Tak ada keluhan sedikitpun dari bibir ranumnya.

Sepuluh menit kemudian, ia telah sampai di depan gapura yang bertuliskan Qens of Almshouse, tujuannya.

Gapura itu terkunci. Sebuah gembok besar dan berkarat menjadi penghalang wanita itu untuk masuk ke dalam. Ia pun tak kehilangan akal. Dirogohnya botol kecil yang berisi cairan aneh, lalu dengan cekatan ia siramkan isi botol pada gembok. Seketika gembok mulai meleleh.

"Ternyata benar, Aqua Regia memang cairan ajaib," tuturnya dengan senyum kemenangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline