Lihat ke Halaman Asli

Perhitungan Pajak Penghasilan Warteg

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pajak Warteg, wah banyak yang menanggapi apalagi setelah dikipas-kipasin berita di TV. Saya Cuma kepikiran seandainya bu warteg bayar pajak berapa sih yang harus dia bayar? Pajak yang saya maksud adalah PPh (Pajak Penghasilan) maka aturan umumnya mengacu ke UU PPh UNDANG UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TANGGAL 23 SEPTEMBER 2008. Saya gunakan asumsi dalm salah satu tulisan kompasianer berjudul “Pajak Terhadap Kaum Dhuafa”

Omset rata-rata sehari = 170.000

omset rata2 1 bulan = 30 x 170.000 = 5.100.000

omset rata2 setahun = 12 x 5.100.000 = 61.200.000

Bu Warteg statusnya apa? ini terkait dengan pengenaan PTKP (penghasilan tidak kena pajak).

TABEL PTKP

NoKeteranganSetahun

1.Diri Wajib Pajak Orang PribadiRp. 15.840.000,-

2.Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawinRp. 1.320.000,-

3.Tambahan untuk seorang istri

yang penghasilannya digabung denganRp. 15.840.000,-

penghasilan suami.

4.Tambahan untuk setiap anggotaRp. 1.320.000,-

keturunan sedarah semenda dalam garis

keturunan lurus serta anak angkat yang

diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang

untuk setiap keluarga

misal bu warteg status kawin 1 anak, Maka PTKPnya = 15.840.000 + 1.320.000 + 1.320.000 = 18.480.000/ tahun, sehingga Penghasilan kena pajak (PKP) 1 tahun = omset-PTKP= 61.200.000-18.480.000= 42.720.000

karena ibu warteg tidak menggunakan pembukuan resmi sesuai standar akuntansi yang ditetapkan, maka untuk memperoleh berapa keuntungan bersih ibu warteg, menteri keuangan menetapkan apa yang disebut NORMA Perhitungan dalam satuan persentase (ada tabelnya untuk setiap klasifikasi lapangan usaha). Misal Norma usaha bu warteg 15%, maka dianggap keuntungan bersih bu warteg ya 15% x PKP = 6.408.000/tahun. Angka inilah yang selanjutnya dikalikan tarif PPh Pasal 17 dimana ibu warteg berada di lapisan terkecil sebesar 5%. sehingga PPh yang harus dibayar si ibu Warteg sebesar 5% x 6.408.000 = 320.400/TA8HUN SEHINGGA ANGSURAN PPh pasAl 25 PER BULAN = 26700 RUPIAH ATAU PAJAK YANG HARUS DIBAYAR PERHARINYA ADALAH Rp. 890,-

WOW...!... SEANDAINYA BAYAR.

saya yakin rokok suaminya bu warteg bisa Rp. 10.000/bungkus/hari.

saya yakin uang keamanan, kebersihan , Jatah preman sekitar 20.000/ hari.

Dan saya yakin seandainya si Ibu tahu hitung-hitunganya dia akan rela bayar pajak, karena si Ibu tahu Pajaknya sendiri dikumpulkan 10 tahun pun tidak akan mampu beli aspal buat jalanan yang dia lewati, hehe.

Yah, jangankan bayar pajak, NPWP aja mungkin ga tahu.

Saya punya pengalaman dengan usaha sejenis. Tidak bisa di bilang warteg karena yang jualan orang bugis.Si Ibu punya lapak makan numpang di parkiran motor kantor Pemda. Masakanya enak, murah lagi. Yang bikin saya kaget ternyata si Ibu UDAH PUNYA NPWP. Hehe, kok bisa? Saya Tanya. Buat persiapan naik haji katanya.Makin jantunganlah saya. Lapak kecil gini,Naik haji?? Duit darimana?? Yah namanya rejeki Tuhan yang atur hehe. walhasil si Ibu memiliki kewajiban untuk menghitung , membayar dan melaporkan sendiri pajaknya. Tapi karena ga ngerti si ibu minta bantuan. Ya saya bantu. Siapin SPTnya, kalkulator dan pena. Pertanyaan pertama, berapa omset setahun? Si Ibu cemberut trus ngomel-ngomel dengan logat bugis yang kental “jangan ko bikin pusing saya Tanya-tanya begitu! Pokoknya hitung mi saja berapa saya harus bayar ini!!!”. Wah yang kayak gini alamat susah dijelasin sampe tuntas. Akhirnyakita nego, hehe, Jadi maunya berapa?, saya tanya. “Ih, Terserah kita, kita yang orang pajak, saya menurut saja!”, jawabnya. Busyet diserahin ke saya ngitungnya, makin rumit aja.

Yah akhirnya saya pake asumsi saya sendiri. Rata-rata 1 orang makan sekian rupiah, rata-rata yang makan disini sekian orang. Hari libur setahun berapa hari dan sebagainya asumsi asal-asalan hehe dapatlah angka Rp 9000 perbulan yang harus si Ibu bayar. Selanjutnya saya presentasikan hitung-hitungan saya ke beliau hehe. “……jadi pajak ta’ Rp 9000 perbulan. Gimana??” saya Tanya. Jawaban si Ibu bener-bener bikin saya disambar geledek…” Rp 9000??? Jangan ko begitu, masa 9000 MALU saya kalo bayar cuma 9000, kasih naik mi!!!” buset…set. Akhirnya nego lagi dan saya udah males itung2an. Nanti itungannya saya bikin di kantor aja. Negosiasi kami deal pada angka Rp 20.000 perbulan. Tau ga si Ibu mau berapa?? Rp 30.000/bulan!!! Dan si Ibu tanda tangan SPT kosong!

Menurut saya, ketika kita dalam posisi tidak tahu dan lingkungan dengan tidak sengaja mengarahkan untuk cenderung pada sesuatu, akhir dari tujuan kita adalah konflik. Dan ini seperti lingkaran setan. Mungkin akan lain seandainya lingkungan kita berdasar pada prasangka yang baik, mungkin, dan kemungkinan ini yang langka karena baik pun bisa dinilai relative dan subjektif.

Saya kira kita tunggu aja perdanya jadi dulu. kalau memang perdanya sudah jadi nanti yang bayar pajak ya yang makan. seperti praktek PP No. 1 selama ini. Anda makan Rp. 10.000 maka bayar Rp 11.000. Bukan PPN ya seperti yang tertulis di struk selama ini, tapi PP No.1 yang merupakan pajak daerah. Untuk Warteg, saya kira perdanya ga akan kejam banget. Mudah-mudahan Pemda tahu uang Rp 1000 masih sangat berharga bagi warganya. Apalagi perdanya belum jadi sudah di protes sana-sini.

Hiduplah Indonesia Raya

mari belajar pajak di http://www.pajak.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline