Lihat ke Halaman Asli

Harbi Hanif Burdha

Menjadi Penulis adalah cita-cita saya

Pak Jokowi, Jangankan Politisi, Preman Sekali Pun akan Marah

Diperbarui: 6 November 2016   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ditengah-tengah kekacauan yang terjadi baru-baru ini tentang penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI, Basuki T Purnama menimbulkan kemelut yang tidak berkesudahan. Selama kasus dugaan penistaan agama ini tidak diproses secara hukum yang berlaku.

Sangat disayangkan, munculnya pandangan-pandangan negatif dari berbagai kalangan terkait aksi 4 November. Ada yang mengatakan, kalau aksi tersebut ditunggangi kelompok tertentu. Bahkan Pidato Pak Presiden Jokowi sendiri menyentil kalau kerusuhan yang terjadi kemaren, ditunggangi oleh aktor-aktor politik. Siapa Pak?

Siapa yang tidak marah, jika agamanya dihina. Jangankan Politisi, Preman sendiri akan marah kalau agamanya dihina. Siapa yang menabur angin, siap-siaplah menuai badai. Pemikiran yang salah kalau semua orang yang kontra dengan aksi 4 November mengait-ngaitkan dengan PILKADA DKI. Apa yang dilakukan Pak Ahok diibaratkan membangunkan “Harimau Tidur”. Harimaunya masih punya etika selama proses hukumnya berjalan dengan baik. Tapi akan sangat garang, kalau proses hukumnya bertele-tele dan dipolitisasi. Konsekwensinya tentu akan berefek terhadap sipenghina dari segala sisi.

Ingat pak... Jin Islam sekalipun akan marah kalau agamanya dihina. Maka tidak ada yang salah, jika ada politisi, preman dan rakyat  merasa terganggu karena agamanya dihina. Tidak ada yang salah, jika ada seorang Presiden juga merasa terganggu karena agamanya dihina. Tapi sayang beribu kali sayang, mungkin hanya di Indonesia saja kalau hati seorang presiden tidak merasa terganggu karena agamanya dihina dan dicaci maki. Umat islam bukan minta dihukum secara hukum islam. Tapi secara hukum yang berlaku di NKRI ini.

Ada juga yang mengatakan, “Ahok kan sudah minta maaf. Kalau sudah minta maaf, selesaikan saja dengan baik”.

Pak. Bagaimana kalau harga diri keluarga bapak diinjak-injak, lalu dia minta maaf. Apakah bapak selesaikan saja dengan baik?. Apa lagi ini agama. Lebih dari sekedar keluarga. Kecuali kalau bapak memahami agama dibawah pemahaman bapak yang lain. Ideologi Negara Indonesia saja meletakkan Agama pada nomor wahid.

Kita bisa saja memaafkan secara manusia. Tapi katanya negara kita adalah negara hukum. Apakah hukum bisa dihilangkan? Kalau begitu, hukum seorang pembunuh, koruptor dan pencuri sekalipun bisa hilang gara-gara minta maaf.

Ada juga yang mengkaji dari sisi lingustik. “Dibohongi pakai surat Al-Maidah 51 macem-macem”. Jadi katanya, Ahok tidak menghina Alqur’annya. Tapi orangnya/pembaca alqur’annya. Berarti kalau Ulama kami yang membaca ayat tersebut, mereka salah?. Dalam islam, Ulama itu pewaris Nabi. Saya memang bukanlah Ahli Bahasa. Tapi ini adalah kesalahan fatal yang telah dilakukan oleh Ahok terhadap umat islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline