Lihat ke Halaman Asli

Antara Hatta dan UU Minerba

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Perjuangan panjang Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, dalam beberapa tahun terakhir terkait tidak diperbolehkannya mengekspor bahan mentah, akhirnya menuai hasil. Setidaknya, hal itu bisa dilihat dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). UU yang mengatur hal ini sudah diberlakukan.

Sebagaimana dioketahui, Implementasi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) resmi berlaku pada 12 Jauari 2014. Meski banyak polemik yang mengiringi akibat masih adanya penyesuaian terhadap perusahaan-perusahaan tambang yang ada, namun pemberlakuan ini tentu merupakan langkah maju untuk melindungi kekayaan alam Indonesia. Karena dengan pemberlakuan UU ini, Indonesia bisa menuai nilai lebih dari kekayaan alam yang semula hanya sedikit yang bisa diperoleh.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 melarang perusahaan pertambangan untuk melakukan ekspor mineral dan batubara tanpa proses pengolahan dan pemurnian di pabrik pemurnian (smelter) dalam negeri.

UU ini pun direspon dengan baik oleh para pengusaha tambang. Dari 253 proposal pembangunan pemurnian dan pengolahan mineral (smelter), 178 pemegang izin usaha produksi (IUP) sudah berkomitmen untuk membangun smelter. Dari jumlah tersebut, 25 smelter sudah mulai beroperasi tahun ini.

Hal ini sesuai dengan prediksi Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. Ia menilai, perusahaan tambang tidak akan menutup area tambangnya begitu saja di Indonesia hanya gara-gara pemberlakuan UU Minerba. Malah besan SBY ini mengaku sangat optimis bahwa jikalau UU ini akan semakin menarik simpati investor membangun kilang pemurnian di negeri ini. data di atas adalah buktinya.

Dengan adanya smelter perusaahaan tambang didalam negeri, itu artinya semua yang diekspor perusahaan tambang merupakan bahan jadi. Tentu hal ini akan memberikan nilai tambah buat pendapatan Indonesia. Dan ini sangat baik untuk kepentingan nasional.

Namun, ada saja pejabat yang mengeluarkan pernyataan tak begitu setuju dnegan UU ini. Salah satu pejabat yang kurang sreg adalah Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan. Lihatlah beberapa pernyataan yang ia keluarkan dibeberapa kesempaatan. Capres Konvensi partai Demokrat ini cenderung memperlihatkan sikap kurang setuju terhadap rencana pelarangan ekspor mineral mentah tersebut.

Sebagai contoh, Gita berpendapat bila pelarangan ekspor mineral mentah diberlakukan akan menurunkan volume ekspor secara drastis. Hal itu lantaran 62 persen dari total ekspor Indonesia berasal dari hasil tambang.

Lebih lanjut, Gita juga berpendapat pelarangan itu akan memberikan dampak sosial ekonomi berupa pemutusan hubungan kerja dan pembengkakan defisit neraca perdagangan.

Sikap kurang setuju Gita terhadap larangan ekspor mineral mentah juga dapat dilihat dari rencana Kementerian Perdagangan mengeluarkan dua aturan terkait dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Dua aturan itu tentang tata cara ekspor dan pelarangan ekspor mineral.

Aturan itu berpotensi menjadi pintu masuk bagi perusahaan-perusahaan tambang untuk memperoleh kelonggaran. Apalagi bila kemudian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga mengeluarkan aturan yang memberikan kelonggaran ekspor mineral mentah terhadap perusahaan tambang yang berencana membangun smelter di dalam negeri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline