Lihat ke Halaman Asli

Orang Kalah itu di Puji

Diperbarui: 13 Juni 2016   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekuasaan umumnya mampu memanipulasi sejarah, sehingga ada istillah penguasa adalah pemegang kendali sejarah. Bangsa ini juga sepertinya terlalu lama "menikmati" masa-masa itu, sehingga tidak menyadari bahwa ingatan lebih kepeada pemahaman yang dimanipulasi dan dipropaganda. Bayangkan lebih dari 3 dekade, mengalami nasip yang "mengerikan", masa lalu diputar hanya untuk memuluskan kekuasaan, para aktor sepertinya sudah mempersiapkan strategi jitu sehingga semua yang mencoba untuk bersuara menentang manipulasi dan pembodohan tersebut bisa diredam. Akibat memanipulasi sejarah juga, seketika bangsa ini berlumuran darah, kali ini bukan karena perang dengan para penjajah. Kali ini, bangsa ini harus menghadapi kenyataan pahit dimana sesama anak bangsa "menyikat" sesamanya hanya karena propaganda dan pembohongan publik. Atas nama Dasar Negara, Atas nama Agama, Atas Nama Ideologi, Atas nama daerah, atas nama golongan dan yang cukup mengerikannya adalah atas nama "Tuhan". 

Publik kita hari ini adalah hasil kreasi selama lebih dari 3 dekade itu, coba bayangkan!. Adapun yang pada masa itu mencoba melawan, akibatnya dikucilkan dan diberikan semacam stigma hitam sehingga tidak layak disebut sebagai masyarakat bangsa negara. Mereka-mereka ini diam akibat banyak hal, takut adalah alasan yang paling mendasar sehingga akibatnya terikut arus dan menggadaikan ideologi akibat kekuasaan yang "membunuh" perbedaan pemikiran. Banyak yang diam, mereka menunggu waktu yang tepat untuk bersuara, mereka-mereka inilah yang kemudian bersaksi atas tragedi "kelam" yang telah menutup mulut mereka dikeramaian, kalaupun mereka bicara mungkin pas waktyunya ketika sendiri atau berada di keluarga, itupun harus mewaspadai "tembok" rumah yang bisa saja melaporkan ke pihak penguasa yang mulai dari presiden sampai kepala desa, lurah. 

Kejam betul bukan?

Itulah kenyataan pahit, siapa yang menyangkal kenyataan pahit itu mereka-mereka yang menikmati kekuasaan yang lama itu, mereka-mereka yang dipaksa diam dan diberi kemudahan serta imbalan. Para korban yang bersaksi, akhirnya bernafas lega sudah bisa bersuara, berteriak sekencangnya namun apa daya sepenuhnya jaman ini juga belum memihaknya. Keberlanjutan kekuasaan waktu itu, masih berjalan dengan masih banyak orang-orang penguasa waktu itu berkuasa, walaupun kadang mereka menghina jaman mereka dengan alasan untuk "kekuasaan" itu sendiri. 

Hari ini yang kalah selama lebih 3 dekade itu sepertinya sudah mulai dipuji dan diberikan tempat yang layak dan sama seperti masyarakat lainnya. (Lanjut Mata Mereka Masih Merah dan Air Mata Kesaksian"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline