[caption id="attachment_240534" align="aligncenter" width="649" caption="Komplek Kantor Bupati Keerom di Arso Kota. Semua kantor pemerintah di wilayah Keerom ini dibangun dengan Dana Otsus. (Foto : dok pribadi)"][/caption]
Kampanye bahwa Otsus Papua telah gagal selain dilakukan oleh kelompok Benny Wenda di luar negeri, juga oleh kelompok cendikia Papua di dalam Negeri. Dalam tulisan saya yang lalu (bagian 2), saya menyoroti isi buku 'Otsus Gagal" yang ditulis oleh Pdt. Socratez Sofyan Yoman.
Sejalan dengan kampanye Sofyan Yoman, kali ini kampanye yang sama datang dari Antopolog Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Frans Apomfires.Menurutnya, delapan puluh persen dari pelaksanaan UU itu oleh Pemerintah, gagal.
“Bagi saya, UU ini sudah gagal 80 persen, tapi bisa jadi lebih dari 80 persen,” kata Frans (Tabloid Jubi, Senin, 4/3/2013).
Ukuran kegagalan menurut dosen yang juga pengamat sosial ini di antaranya adalah masih adanya aksi penembakan di wilayah Papua.
Pernyataan Frans itu jika diuraikan lebih jauh bisa diartikan bahwa, sepanjang ada kelompok pemberontak angkat senjata dan menembak tentara, maka otomatis Otsus gagal.Artinya, sebagus apapun kemajuan yang telah dicapai di Tanah Papua, tetapi jika ada satu dua orang dari kelompok sipil bersenjata ingin menggagalkan Otsus, cukup angkat senjata dan tembak satu tentara, maka gagallah Otsus.
[caption id="attachment_240541" align="aligncenter" width="415" caption="Pembangunan jalan raya, jembatan dan instalasi listrik di wil. Kab. Keerom"]
[/caption]
Jika benar itu maksud pak Frans, kita tinggal mengelus dada saja, karena sampai kapanpun Otsus tidak akan pernah berhasil di Papua. Mengapa? Karena kelompok sipil bersenjata itu adalah bagian dari kelompok pelaku kampanye Otsus Gagal. Mereka bisa beraksi kapan saja dengan satu dua tembakan untuk mewartakab bahwa Otsus gagal.
[caption id="attachment_240542" align="aligncenter" width="498" caption="Di wilayah Keerom juga ada bantuan program "]
[/caption]
Pernyataan Frans Apomfiresitu seakan menafikan substansi Otsus itu sendiri, sebagaimana tercantum pada bagian Penjelasan UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua yang menyatakan, Otonomi Khusus bagi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penegakan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan Provinsi Papua.
Semua anak bangsa tentu sepakat bahwa keadilan, kesejahteraan, kesetaraan, dan penegakan HAM tidak bisa dicapai dengan menggunakan senjata.
[caption id="attachment_240545" align="aligncenter" width="534" caption="aktivitas warga Keerom di jalan raya nan mulus. Dulu, daerah ini adalah hutan belantara. Sekarang menjadi akses penting dari Abepura ke Arso (Keerom)."]
[/caption]
Foto-foto yang saya tampilkan kali ini, coba mengangkat sedikit dari sekian banyak hasil karya Pemerintah Indonesia di masa Otsus, khusus di wilayah kab. Keerom yang berjarak sekitar 60 kilo meter dari Kota Jayapura (Ibukota Prov. Papua).
Menurut banyak berita di media lokal, di wilayah ini beroperasi kelompok TPN-OPM pimpinan Lambert Pekikir. Entah karena alasan apa, Lambert dan anak buahnya dikhabarkan tidak lagi sejalan dengan garis kebijakan TPN-OPM pusat pimpinan ‘jenderal’ Goliat Tabuni.
[caption id="attachment_240554" align="aligncenter" width="390" caption="kelompok Lamber Pekikir di Keerom. Foto : zonadamai@worldpress.com"]
[/caption]
Dengan menggunakan ukuran Frans Apomfires di atas, keberhasilan Otsus di wilayah ini (Kab. Keerom) sangat tergantung pada Lambert Pekikir. Kapan saja Lambert Pekikir kontak tembak dengan aparat keamanan, berarti Otsus di Keerom gagal.Naif...!!!
(Bersambung...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H