Lihat ke Halaman Asli

RUU Siluman

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembahasan RUU Pilkada sudah final malam tadi. Hasil votting mengakhiri perdebatan panjang dan manuver para elit politik ikhwal Pilkada secara langsung oleh rakyat atau oleh DPRD. Bagi kelompok yang ‘kalah’, artinya kelompok yang menginginkan Pilkada langsung masih terbuka peluang untuk memperjuangkannya melalui ranah hukum yaitu Mahkamah Konstitusi, kendati ada yang pesimistis lantaran Pilkada tidak diatur di dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar. Terlepas dari itu, RUU Pilkada yang sudah menjadi UU Pilkada dianggap final, tinggal menunggu diundangkannya dalam Lembaran Negara.

Masih terkait Pilkada, DPR RI periode ini masih punya satu pe-er lagi yang belum digarap, yaitu RUU Otonomi Khusus Papua. Di dalamnya juga memuat ketentuan tentang Pilkada di dua provinsi, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Draf RUU ini sebagai revisi dari UU No. 21 Tahun 2001, dan lebih dikenal dengan sebutan “RUU Otsus Plus”. Disebut ‘plus’ karenaada banyak kewenangan-kewenangan yang dinilai sebagai keistimewaan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Papua. Maka tak heran para elit politik Papua sangat gencar bahkan terkesan kelewat ngotot mendesak DPR RI untuk segera membahas draf RUU ini. Berbagai upaya loby telah dilakukan agar RUU Otsus Plus bisa disahkan paling lambat tanggal 30 September 2014.

Tidak hanya loby tetapi juga tekanan politik. Salah seorang pengurus Pemuda Adat Papua (PAP) mengatakan, ada puluhan anggota PAP dan sekitar 30 aktivis mahasiswa sudah berada di Jakarta untuk berunjuk rasa di depan Gedung DPR RI dan Kemendagri, guna mendesak pengesahan RUU Otsus Plus tersebut. Tekanan juga datang dari Gubernur Papua, Lukas Enembe. Saat menggelar pertemuan dengan Bupati / Walikota, DPRD, dan MRP di Jayapura 12/9/2014, Enembe melempar pernyataan bernada ancaman :

“Tidak ada pasal yang kami ajukan terkait pemisahan diri dan kami meminta kepada DPR RI yang akan membahasnya tidak salah arti…Kalau Jakarta ragu soal Otsus Plus yang kita ajukan, berarti Jakarta yang forong kita keluar dari NKRI ,” kata Lukas. http://suluhpapua.com/read/2014/09/13/desak-otsus-plus-bukan-berarti-papua-minta-merdeka/

RUU Siluman

Atas desakan itu, Pemerintah akhirnya menyerahkan RUU Otsus Plus kepada DPR RI. Tanggal 16 September 2014 Paripurna DPR menetapkan RUU Otsus Plus menjadi tambahan yang dimasukkan dalam Prolegnas. Namun Anggota Komisi II dari FPAN, Yandri Susanto mengatakan Komisi II menolak membahas RUU tersebut karena tidak sesuai prosedur dan asas ketaatan.

“Ini bukan masalah RUU siluman atau bukan siluman. Kita menanggap jika mengacu pada asas ketaaatan dan dibandingkan dengan pembuatan UU lainnya. RUU itu diajukan  pemerintah secara mendadak dan disahkan paripurna DPR pada 16 september lalu masuk dalam prolegnas, tanpa melalui proses panja, pansus, rapat dengar pendapat dan lain-lainnya. Dengan demikian ini menyalahi prosedur dan makanya kita tolak.” Ujar Yandri di gedung DPR, Jakarta, Kamis 25 September.

Yandri juga menjamin RUU Otsus Plus itu tidak akan disahkan dalam DPR periode ini. “Prosedurnya dilanggar, maka RUU itu tidak akan dibahas, apalagi disahkan. Jadi tidak benar kalau ada isu RUU akan disahkan. Kalau dipaksakan kasihan rakyat Papua. Ini menyangkut nasib orang banyak dan kemajuan Papua ke depan,” tegas Yandri.

Penolakan DPR untuk membahas dan mengesahkan RUU Otsus Plus itu patut diapresiasi. Penyebutan istilah RUU siluman dalam pernyataan Anggota Komisi II tersebut tidak hanya merujuk pada prosedurnya saja, tetapi juga pada agenda politik para perancang drat RUU tersebut. Sebagaimana postingan saya sebelumnya, desakan untuk mengesahkan RUU Otsus Plus ini ada kaitannya dengan agenda Free West Papua Leaders Summit di Vanuatu. Pertemuan yang diagendakan awal Agustus lalu sudah beberapa kali ditunda karena dari puluhan tokoh pendukung gerakan Papua merdeka yang diundang, hanya sekitar 20 orang saja yang bisa mengkonfirmasi kehadirannya, sisanya tidak jelas alasannya. Tapi besar kemungkinan karena menunggu dana Otsus dicairkan pasca pengesahan RUU Otsus Plus tersebut.

Jadi, rupanya para elit lokal Papua selama ini memang bermain di dua kaki. Di satu sisi mendukung kedaulatan NKRI tetapi di belakang layar ikut mendonasi kegiatan kelompok gerakan Papua merdeka. Dan alhamdulillah...wakil rakyat di DPR RI mengetahuinya. Karena itu, penolakan DPR RI untuk membahas RUU Otsus Plus pada masa sidang mereka yang terakhir ini, adalah sangat tepat. Apalagi secara prosedural prolegnas ada banyak ketentuan yang sudah ditabrak. Sekali lagi, terima kasih kepada DPR.

Baca juga: “Ada Udang di balik Desakan Pengesahan RUU Otsus Plushttp://birokrasi.kompasiana.com/2014/09/19/ada-udang-di-balik-desakan-pengesahan-ruu-otsus-plus-679878.html




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline