[caption id="attachment_356209" align="aligncenter" width="496" caption="ilustrasi : Bloomberg"][/caption]
Bangsa Indonesia tentu masih ingat tayangan film pendek di televisi A Jazeera awal tahun 2013 lalu tentang Papua. Selama sepekan (30 Januari hingga 5 Pebruari 2013) stasiun televisi yang berpusat di Qatar itu berulang-ulang menayangkan “People and Power : Investigates one of the world most forgotten conflicts”. Sepanjang tayangan, kita akan merasakan sekali arahan dari seorang sutradara bahwa film ini harus mencekam. Betul-betul sebuah film, tidak ada tanggapan penyeimbang di lapangan seperti layaknya produk jurnalistik.
Tayangan itu mendapat reaksi keras dari Pemrintah Indonesia. Melalui Penasehat Senior Wakil Presiden Indonesia, Prof. Dewi Fortuna Anwar dalam wawancara bersama TV Al Jazeera (1/2/2013) menyatakan bahwa Papua tidak seperti yang diberitakan dalam film itu.
Sadar akan “dosa” yang pernah dibuatnya sendiri, saat ini rombongan Al Jazeera sedang berada di Papua dalam sebuah kunjungan jurnalistik resmi. Mereka terdiri dari Stephanie, warga kebangsaan Belanda selaku koresponden Aljazeera, Syarina Hasibuan, koresponen Aljazeera di Indonesia dan Bobby Nugroho, juru kamera Aljazeera di Indonesia. Selasa (25/11/2014) mereka bertemu Pimpinan Polda Papua, diterima Kabid Humas Polda Papua, Kombes (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono, bersama sejumlah pejabat Polda Papua.
“Papua sangat maju dibandingkan ketika masih zaman penjajahan Belanda, yang mana sekarang sudah ada Dokter, Doktor maupun Profesor yang disandang orang Papua. Memang kadang, perlu pendekatan lebih,” kata Kabidhumas saat menyapa para tamunya dari Al Jazeera.
“Jadi saya jelaskan kepada mereka bahwa secara umum situasi Papua itu kondusif, kecuali ada penonjolan karakteristik di Papua. Contohnya, adanya konflik-konflik kecil, perang suku, konflik tanah dan konflik antar Kelompok Kriminal Bersenjata, tetapi cukup mengganggu kamtibmas,” kata Kabidhumas sebagaimana diwartakan JPNN.com hari ini (26/11/2014).
Untuk penanganannya, papar Pudjo, pihak Kepolisian mengedepankan langkah soft atau pendekatan dengan mengedepankan humanisme untuk menangani berbagai masalah di Papua. Langkah ini sudah dianggap cukup berhasil, yang mana gangguan-ganggan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata saat ini tidak dilakukan secara intens melainkan hanya secara sporadic.
“Elemen-elemen di Papua yang sering menamakan diri kelompok kriminal bersenjata, senjatanya sangat sadis dan penindakannya di atasi secara khusus. Namun kami selalu tangani mereka dengan pendekatan terlebih dahulu,” kata Pudjo.
Ia juga menerangkan bahwa masalah yang selama ini terjadi di Papua, kebanyakan di latarbelakangi masalah pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan. Sedangkan masalah keamanan sudah menjadi bagian seluruh dinamika yang ada di Papua. Pudjo juga mengakui telah melakukan penangkapan-penangkapan terhadap para pelaku KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) yang mengganggu di wilayah Pegunungan.
“Khusus untuk masalah KKB memang dikedepankan dengan masalah kesejahteraan. Para pelaku kejahatan, harus mendapatkan upayakan penegakan hukum sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya,” tandasnya.
Lebih Berimbang