[caption id="attachment_363598" align="aligncenter" width="538" caption="Polisi Belanda tangkap aktivis papua merdeka yg bawa Bintang Kejora dlm aksi unjuk rasa 28 Juni 2014. (Foto: Jubi)"][/caption]
Setelah kepulanganNicolaas Jouwe ke Tanah Air pada 2009, kegiatan aktivis pro Papua merdeka di Belanda dipimpin oleh Oridek AP dan Simon Sapioper. Namun dalam perjalanannya, Organisasi Papua merdeka (OPM) di Belanda terkesan mati suri. Maka Benny Wenda yang gencar mengkampanyekan Papua merdeka melalui lembaga yang didirikannya di Oxford (Free West Papua Campaign/FWPC) berupaya melakukan intervensi ke Belanda. Benny akhirnya meresmikan kantor perwakilan OPM di Belanda pada 15 Agustus 2013.
Namun pembukaan kantor OPM itu tak mampu memompa semangat para aktivis pendukung Papua merdeka di negeri kincir angin itu. Benny Wenda yang usianya jauh di bawah Oridek AP dan Simon Sapioper kurang dianggap. Kedua tokoh senior ini tak rela jika didikte Benny Wenda. Namun Benny tak kehilangan akal. Akhir November 2014, Benny kembali memaksakan kehendak. Bersama para pengikut setianya, Benny membuka Kantor ILWP di Belanda. ILWP (International Lawyers for West Papua) adalah sebuah organisasi tempat berhimpun sejumlah pengacara internasional untuk mendukung Papua merdeka. Salah seorang tokohnya adalah lawyer terkenal Jennifer Robinson asal Australia. Namun lagi-lagi keberadaan ILWP itu tak berdampak bagi aktivitas Papua merdeka di Belanda, seiring semakin redupnya semangat para pendirinya.
Realistis
Konon, Benny Wenda mulai gamang dalam perjuangannya di Oxford. Stamina Benny kian menurun lantaran ditinggalkan para pendukung setianya. Di antaranya adalah Suriel Mofu seorang tokoh intelektual asal Papua yang pernah studi di Universitas Oxford. Benny pernah menjanjikan posisi Menlu bagi Suriel Mofu jika kelak Papua berhasil dipisahkan dari NKRI.http://politik.kompasiana.com/2014/11/06/geliat-pergerakan-organisasi-papua-merdeka-opm-di-belanda-701491.html
Tawaran itu tidak membuat Suriel Mofu gelap mata, lantaran Mofu dengan tingkat pendidikan jauh di atas Benny memang punya penalaran lebih realistis tentang peluang memisahkan Papua dari NKRI. Apalagi di era diplomasi antarnegara yang kian beretika dewasa ini.Maka setelah meraih gelar doktor dari universitas nomor satu di Inggris itu, Suriel Mofu justru langsung pulang ke Papua untuk membaktikan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bagi pengembangan SDM generasi muda Papua. http://sp.beritasatu.com/home/suriel-mofu-putra-papua-penakluk-oxford/3783
Pilihan Suriel Mofu adalah pilihan realistis. Ia lebih memilih mendukung usaha Pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan Papua lewat otonomi khususnya. Sikap realistis Mofu bukannya tanpa alasan.Mofu menilai Pemerintah Belanda dan Inggris secara tegas sudah mengakui kedaulatan Indonesia di wilayah Papua. Pemerintah Belanda dalam pertemuan dengan Parlemen Belanda tanggal 22 Desember 2012 yang membahas isu Papua, Menlu Belanda Dr. Uri Rosenthal secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah Belanda tidak akan melangkahi kedaulatan RI di Tanah Papua melainkan akan berusaha melalui hubungan diplomatiknya untuk mencari solusi tentang penanganan masalah Papua.
Tidak hanya sekedar pernyataan di ruang parlemen, Pemerintah Belanda yang selama 10 tahun terakhir tidak pernah melarang pengibaran bendera Bintang Kejora di Belanda ternyata sudah berubah sikap. Tanggal 28 Juni 2014 Polisi Belanda menangkap Iskandar Bwefar, seorang pemuda Papua kelahiran Belanda yang juga termasuk dalam kelompok yang dipimpin Oridek AP karena nekat membawa bendera Bintang Kejora dalam parade hari veteran nasional di Den Haag.
pernyataan dukungan Menlu Inggris atas kedaulatan Indonesia di Papua (Foto: Antara)
Demikian pula Pemerintah Inggris. Melalui Menlu William Hague, Pemerintah Inggris menegaskan bahwa negaranya tetap menjunjung tinggi kedaulatan Indonesia di Papua. http://dunia.news.viva.co.id/news/read/477197-inggris-tegaskan-dukungan-terhadap-kedaulatan-ri-di-papua
Tanggal 15 Oktober 2014 lalu Suriel Mofu yang sudah tiga tahun menjadi Rektor Universitas Papua (Unipa) Manokwari, berkunjung ke Belanda untuk berbicara di sebuah seminar di ISS (Institute for Social Studies). Kedatangannya disambut demonstrasi penolakan dari kelompok Oridek AP. Aksi kelompok Oridek AP tersebut sama sekali tidak menarik minat pers setempat. Media international tampak lebih tertarik meliput seminar di ISS yang diisi oleh Suriel Mofu.
Suriel Mofu ingin meyakinkan publik Belanda bahwa apa yang dikampanyekan para aktivis Papua merdeka di Belanda sama sekali tidak berdasar. Itu sebabnya ia didemo oleh kelompok Oridek AP. Padahal Suriel Mofu hanya ingin membeberkan fakta yang ia alami selama menjadi rektor di Unipa. Papua saat ini berbeda dengan Papua yang dulu. Apalagi di era kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini, Papua benar-benar mendapat perhatian ekstra dan menjadi daerah prioritas untuk dibangun dan dikembangkan.
Hampir semua pemerintahan di negara Eropa mengapresiasi kepemimpinan Presiden Jokowi. Mereka berlomba-lomba menyatakan keinginannya untuk berinvestasi di Indonesia karena mereka menilai adanya dukungan mayoritas masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi serta visi pembangunannya yang pro-rakyat. Maka wajar jika nasib Bintang Kejora di Eropa kian redup, dan tinggal menunggu waktu untuk padam. [*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H