Lihat ke Halaman Asli

Muthiah FiSabililhaq

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Urgensi Nilai Pendidikan di Era Globalisasi

Diperbarui: 12 September 2024   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source.wustl.edu

  Pada kondisi derasnya arus transformasi nilai budaya, pendidikan nilai menjadi sebuah hal yang penting karena menjadi sangat sentral dan strategis posisinya dalam pendidikan sehingga perlu dirancang secara khusus agar mampu memberikan makna setiap subjek materi untuk mengantarkan bangsa Indonesia menuju peradaban bangsa yang maju. 

Hal yang perlu disadari oleh pendidik bahwa dalam kegiatan pembelajaran perlu memperhatikan kondisi siswa dengan seperangkaat nilai yang dibawa dari kondisi sosial ekonomi, budaya yang berasal dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sebayanya. Pendidik harus mampu mengadaptasi dan memahami peserta didik agar mampu memberikan pendidikan nilai dengan baik dan demokratis (Windarti, 2010).

  Kehadiran globalisasi menjadikan manusia saat ini seperti budak dari teknologi, kondisi yang terus berkembang dari hari-kehari tersebut akan berdampak sedikit demi sedikit membawa perubahan pemikiran, tindakan, sosial budaya dan pedoman nilai moral manusia. Hal tersebut bisa dilihat berdasarkan survey pada tahun 2012 yang dilakukan Secur Envoy terhadap 1.000 mahasiswa di Inggris yang mengalami nomophobia dan menyimpulkan bahwa mahasiswa masa kini mengalami nomophobia, yaitu rasa khawatir jika tidak membawa telepon genggam atau handphone. 

Sebanyak 66 persen responden mengaku tidak bisa hidup tanpa telepon selulernya. Persentase ini semakin membengkak pada responden berusia 18 dan 24 tahun. Sebanyak 77 persen responden di antara kelompok usia produktif ini mengalami nomophobia (Ngafifi, 2014: 35). Berdasarkan hasil survey tersebut menunjukan bahwa perkembangan arus teknologi era globalisasi di bidang penggunaan internet dan media sosial di dunia saat ini sudah menjadi life style bahkan menjadi sebuah culture shock, tak terkecuali bangsa Indonesia.

theschoolrun.com

  Dari sini kita telah diberi gambaran bahwa penggunaan internet dan media sosial saat ini menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menggunakan internet. Bahkan mungkin jika dikaji lebih dalam, penggunaan internet ini mengalahkan kepopuleran televisi dan media cetak (koran) karena penggunaan internet lebih praktis bagi sebagian masyarakat. 

Hal yang saya sayangkan, para pengguna internet usia produktif (19-34 tahun) di Indonesia masih banyak yang mengakses aplikasi untuk chatting dan sosial media dibandingkan dengan melihat artikel-artikel dengan konten edukasi. Dengan rendahnya minat akses internet yang berkonten edukasi, memberikan gambaran bahwa masyarakat usia produktif lebih menyukai konten konten yang tidak mengandung media edukasi didalamnya.

  Tentu saja rendahnya pemanfaatan akses internet masyarakat Indonesia dalam konten edukasi, membawa pengaruh terhadap tingkat literasi masyarakat Indonesia, bahkan terbilang berada di urutan yang mengkhawatirkan. UNESCO pada tahun 2017 merilis dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60 dengan tingkat literasi rendah. Peringkat 59 diisi oleh Thailand dan peringkat terakhir diisi oleh Botswana. 

Sedangkan Finlandia menduduki peringkat pertama dengan tingkat literasi yang tinggi, hampir mencapai 100% (Sumber: CNN Indonesia student). Hal serupa juga diungkapkan berdasarkan hasil penelitian oleh Central Cennecticut State University (CCSU) pada tahun 2017 menyatakan bahwa posisi literasi menulis Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara satu tingkat diatas Botswana (Amelia, 2018; Nugraha, A. L., Susilo, A., & Rochman, 2021) .

  Masyarakat Indonesia hendaknya tetap waspada, globalisasi tidak bisa dipandang dari sisi kepraktisan atau sisi kelebihan. Di sisi lain kehadiran globalisasi ini membawa dampak bagi perubahan perilaku dan pergeseran tatanan nilai kehidupan manusia. Jadi, sangat besar kemungkinan seseorang melupakan identitas kebudayaannya karena terbawa arus dan mengikuti tren yang ada. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline