Lihat ke Halaman Asli

Kopi Pertama Kita

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

saya sedang senang memandang wajahmu yang cemerlang bagai orang gila yang mendapati kesadaran yang paling cantik dalam wajah yang paling rindang

di kedai kopi, kita memesan dua variasi

kau memilih kopi latte, karena menurutmu kopi latte melahirkan ide ide dari rahim langit sore

saya memesan capucino, karena saya masih mencintai pahit yang paling usang dan panas yang paling kuno.

lalu pelayan mencatat apa yang kita pesan, mencatat dengan jari yang liat dan tatapan yang tajam

bulan yang setengah pualam menyambut langit malam yang datang di bangku ketiga

ia memanggil pelayan, ingin memesan kopi juga. ingin merasakan bagaimana rasanya terjaga dengan sepasang orang yang ia cinta.

saya mau kopi apa ya? katanya bertanya entah kepada siapa

saya mau kopi yang paling tepat, yang membuat malam-malam saya menetap. kira-kira dari kriteria yang saya gambarkan, kopi apa yang kira kira bisa membuat mata saya gelagapan?mata saya berkeliaran?.

pelayan itu dengan lancang menampar wajahmu, memaksamu menjatuhkan bulir air mata yang paling biru.

kopi biru adalah kopi baru yang ampasnya terbuat dari ampas rindu, yang kepul asapnya terbuat dari manis wajahmu.

yang pahit rasanya terbuat dari pahit masa lalumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline