Banyak orang-orang kampung di Jakarta tidak mempunyai pengetahuan mengurus uang. Membelanjakan semua uang pendapatan setiap bulan. Tidak menabung uang dalam bank. Tidak meminjam uang dari bank untuk beli rumah yang lebih nyaman.
Saya ingin ceritakan satu kisah benar.
Pak Jono dilahirkan di Jawa Tengah dan telah tinggal di Jakarta sejak umur belasan tahun. Telah tinggal di rumah sendiri di perkampungan di tepi Banjir Kanal, Jakarta Pusat selama 10 tahun. Telah bekerja dan tinggal di Jakarta selama 30 tahun.
Gaji Pak Jono tidak sedikit. Termasuk uang makan dan lembur (overtime), pendapatan per bulannya adalah sekitar 5 juta rupiah.
Setiap bulan, uangnya habis. Tidak ditabung sedikit pun. Malah, dia tidak mempunyai rekening bank. Bodoh, karena tidak menabung uang setiap bulan untuk masa depan.
Anak bungsu dan cucu-cucunya yang tinggal bersama itu suka sekali berjajan. Malah, uang jajan lebih banyak daripada uang makanan (nasi dan lauk).
Dia membeli satu rumah kecil (ukuran kira-kira 8 meter2 x 2 lantai) di perkampungan di Jakarta dengan uang yang dipinjam daripada majikan. Setelah siap membayar balik pinjaman pertama, dia meminjam uang kali kedua untuk membangunkan rumah di kampung di Jawa Tengah. Katanya, ingin pulang ke kampung di Jawa untuk masa tua. Akan tetapi, semua anaknya dilahirkan di Jakarta. Tidak sesuai untuk pulang ke Jawa. Apa yang dia ada di Jawa? Tidak ada tanah sawah. Tidak ada tanah kebun. Hanya sebuah rumah di Jawa dengan perabot sofa dan kelengkapan rumah lain. Rumah di Jakarta begitu kecil sekali. Ini adalah tindakan keuangan yang bodoh.
Sebenarnya, dia bekerja sebagai supir di kantor. Dia ada slip gaji. Kantornya ada alamat dan nomor telpon tetap. Dia selalu berurusan di bank untuk memasukkan cek dan tunai untuk pihak bosnya.
Dia bisa buka rekening bank. Dia bisa meminjam uang dari bank untuk membeli rumah (contohnya rumah tipe 21) di kompleks perumahan, yang sudah tentunya lebih nyaman, dan bisa parkir motor dan mobil. Ataupun, dia bisa meminjam uang dari bank untuk membeli rumah lagi di Jakarta sebagai investasi. Rumah yang lain itu bisa dikontrakkan untuk mendapat uang kontrakan; uang kontrakan bisa digunakan untuk membayar pinjaman bank.
Bayangkan Pak Jono selalu menabung 15% daripada pendapatan bulanannya. THR satu hingga dua bulan. Setahun, dia bisa menabung sekitar 10 juta rupiah. Sepuluh tahun, bisa menabung 100 juta rupiah. Apa investasi yang bisa dia lakukan dengan 100 juta rupiah?
Kisah Pak Jono ini satu contoh yang mewakili banyak orang-orang biasa yang tinggal di perkampungan di kota Jakarta. Kebanyakan mereka tidak bijak dalam investasi dan penyimpanan uang. Tetapi hebat membelanjakan uang.
Apakah ada orang yang bijak (dalam mengurus uang) di perkampungan? Ada juga.
Contohnya, Pak RW di sebuah perkampungan tepi Banjir Kanal. Dia membeli sebidang tanah kecil dekat rumahnya, dan menbangunkan satu rumah dengan 4 kamar. Semua 4 kamar dikontrakkan. Uang kontrakan yang diterima ialah sekitar 2.4 juta rupiah per bulan.
Contoh kedua, Pak Kyai juga di perkampungan tepi Banjir Kanal telah membikin renovasi rumahnya menjadikan satu rumah dan satu toko. Dia berniat menjual barang di tokonya kepada warga perkampungan.
Dua orang ini, walaupun tinggal di perkampungan yang mirip Pak Jono, mempunyai pengetahuan investasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H