Pendahuluan
Dalam penciptaan manusia, secara sederhana Sang Pencipta kita pahami hadir dalam sebuah percakapan ilahi Allah Tritunggal dalam mencipta (Kejadian 1:26). Pun demikian ketika kejatuhan Adam dan Hawa dalam dosa, Allah kembali melakukan percakapan. Kali ini Dia bercakap-cakap dengan yang dicipta-Nya, Adam dan Hawa (Kejadian 3:9-13). Dalam hal ini, Allah meng-konseling Adam dan Hawa di dalam sejarah penciptaan setelah kejatuhan dalam dosa.
Narasi di atas dapat dipahami dengan sederhana bahwa Allah hadir dalam sebuah percakapan atau bahasa manusia.
"Bahasa menjadi sarana penyampai suara totalitas kehidupan, antara Allah kepada manusia, pun manusia kepada Allah dan sesamanya."
Josias (SALT Indonesia: 2012:50-51) berkata: "Allah hadir dalam bahasa atau ungkapan antropomorfis dan antropopatis. Bahasa antropomorfis artinya: bentuk-bentuk organ yang ada pada manusia dipinjam Alkitab untuk menggambarkan tindakan Allah pada manusia dan alam semesta ini. Sedangkan bahasa antropopatis: perasaan-perasaan yang ada pada manusia dipakai Alkitab untuk menggambarkan sikap Allah kepada manusia. "Tangan Tuhan diulurkan, mata Tuhan tertuju kepada" adalah bahasa antropomorfis. Begitu juga ungkapan seperti: "Aku muak melihat dosa umat-Ku" adalah bahasa antropopatis."
Dengan demikian, dapat dipahami secara sederhana bahwa bahasa itu sangatlah penting. Begitu pentingnya, hingga bisa mengerti sanubari diantara sesama manusia. Dan Allah lebih mengerti sanubari manusia.
Ada satu lagu yang penulis pikir, cukup bagus untuk menggambarkan bahasa bisa dimengerti dan/atau menusuk sanubari hingga ke hati terdalam manusia. Jeffry S Tjandra dalam lirik lagunya: "Reff: Kau Bapaku yang baik..mengerti bahasa tetesan air mata..tak Kau biarkan ku berjalan sendirian..s'bab Kau Bapaku yang baik..Kau sungguh baik.."
Lantas, bahasa apakah yang digunakan oleh Allah pada manusia dalam menyatakan diri-Nya? Dan sudahkah Allah hadir dalam bahasa Anda?
Sudah menjadi perbincangan klasik dikalangan para teolog mengenai, "Bahasa apa yang Allah pakai atau gunakan pada saat bercakap-cakap dengan Adam dan Hawa di taman Eden?" Ada pihak berpendapat, "Allah memakai bahasa surgawi." Pihak lainnya berkata: "Allah menggunakan bahasa Ibrani. Bahasa umat pilihan-Nya," dan seterusnya-dan seterusnya.
Adalah tidak bijak bila penulis memilih salah satu dari kedua pandangan tersebut atau kedua-duanya sama sekali. Penulis lebih menitikberatkan pada apa dan mengapa Allah hadir dalam bahasa manusia? Jawabannya adalah agar umat manusia mengenal-Nya dan menyembah-Nya serta mengenalkan-Nya kembali kepada manusia berdosa lainnya.
Sebab ketika dosa telah menguasai manusia sejak kejatuhannya di Taman Eden, manusia tidak mengenal dan menyembah Allah lagi, hubungan manusia dan Allah terputus--kasih dan bahasa manusia telah terputus dengan Allah oleh dosa. Seindah apa pun bahasa yang dirangkai dan diutarakan kepada Allah, bahasa tubuh yang manis nan rupawan, pun bahasa kasihnya (manusia berdosa) tidak akan pernah sampai kepada Allah yang Kudus. Sebab Allah adalah Kudus dan manusia telah tercemar dan berdosa (1 Samuel 2:2a).