Lihat ke Halaman Asli

TA Hans Silaban

Mocok-mocok

Iman, Identitas Warisan yang Dibela Sampai Mati

Diperbarui: 19 September 2018   09:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Google - Gambar Ilustrasi

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah artikel yang di "share" seseorang di salah satu media. Artikel itu mengisahkan seseorang yang mempertannyakan jalan hidup yang seharusnya menjadi pilihan setiap orang, rupanya sejak awal sudah dipaksakan dan mau tidak mau harus diterima.

Sadar atau tidak, hal ini sebenarnya adalah pelanggaran. Tetapi terlepas seperti apa orang per orang melakukan penilaian atau pemahaman tentang itu, ada baiknya untuk membaca tulisan ini hingga tuntas, agar pembaca sekalian menemukan dasar yang baik untuk menentukan sebuah kesimpulan.

Selamat Membaca ... !!!

Seorang pemuda bernama Tagor (bukan nama sebenarnya), dia lahir di Tapanuli dari pasangan Kristen, maka otomatis Tagor juga beragama Kristen. Tetapi jika Tagor lahir ditengah keluarga Madura atau Bali yang pada umumnya adalah keluarga Moslem atau Hindu, apakah ada jaminan kalau Tagor memeluk agama kristen? Tentu saja tidak ada jaminan. Tagor tidak bisa memilih dari mana dan di mana ia akan dilahirkan. Dan ketika ia lahir, ia telah memiliki identitas suku dan agama tanpa diberi kesempatan untuk memilih.

Begitu juga dengan bentuk identitas lain selain agama, misalnya nama, warga negara semua itu adalah warisan. Tagor sudah memiliki identitas itu sejak ia masih bayi. 

Sebelum Tagor lahir, semua sudah disediakan dan ketika ia lahir warisan itu segera diteguhkan menjadi identitas Tagor. Hal serupa tentu saja dirasakan orang lain seperti apa yang dirasakan Tagor. Mereka juga tidak bisa memilih, seperti Tagor yang memang tidak diberi kesempatan untuk memilih.

Beberapa menit setelah Tagor lahir, lingkungannya menentukan suku, agama, ras dan kewarganegaraannya. Hal itu terjadi dengan otomatis. Selanjutnya, Tagor akan membela sampai mati, segala hal yang menjadi identitas dirinya itu, yang bahkan sama sekali tidak pernah ia putuskan sendiri.

Sejak usia dini, Tagor sudah mendapatkan doktrin bahwa Kristen adalah satu-satunya agama yang benar. Satu-satunya jalan menuju surga, kelak setelah kehidupan duniawi berakhir. Tagor mengasihani mereka yang bukan Kristen, sebab mereka setelah mati akan masuk neraka.

Rupanya, teman-teman Tagor yang non Kristen juga memiliki doktrin sendiri, yang isinya cenderung sama dengan doktrin ajaran agama yang ia imani. Teman-teman Tagor juga mengklaim, agama mereka adalah agama yang paling sempurna. Setiap orang yang berada diluar itu, akan binasa karena tidak berhak masuk surga.

Tagor membayangkan bahaya yang akan terjadi, jika tak henti satu sama lain saling tarik menarik untuk berpindah agama. Ia juga membayangkan konflik itu akan meningkat menjadi pertumpahan darah, jika masing-masing pemeluk agama yang berbeda saling beradu superioritas, yang jika ditelusuri tidak akan pernah ada titik temunya.

Pembaca yang budiman...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline