Lihat ke Halaman Asli

Tekhnologi vs Buku

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di zaman modern ini manusia sedang diburu oleh tekhnologi-tekhnologi canggih yang dapat memperingan kerja manusia. Bahkan negara maju seperti Jepang sudah dapat menciptakan root yang dapat mengerjakan segala pekerjaan yang dilakukan manusia, selain itu manusia dizaman modern ini sangat haus akan kebutuhan informasi yang terus menerus berkembang. Dalam hal ini media internet berperan pebting dalam penyedian informasi. Disamping lebih praktis dan efesien media internet juga kini  dapat diakses secara gratis.

Hal ini menyebabkan Manusia tak lagi kesulitan dalam mengakses sebuah berita dan ilmu pengetahuan yang menyebabkan media cetak tak lagi banyak diminati oleh masyarakat pada umumnya. Dan minat masyarakat untuk membaca sebuah buku pun semakin berkurang, bahkan sudah semakin jarang. Padahal media cetak yang khusunya buku lebih jelas dalam memberikan informasi dan ilmu pengetahuan.

Bagi (sebagian) masyarakat, membelanjakan uang untuk membeli buku, koran, majalah, atau jenis bacaan lain yang berguna adalah sia-sia. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan uangnya membeli barang-barang yang dianggap lebih berharga seperti telepon genggam terbaru, gadget, model pakaian dan sepatu terkini, dlsb. Jadi tak heran jika banyak kita jumpai toko-toko buku yang sepi pengunjung dan pembeli.

Pada tahun 2011, UNESCOmerilis hasil survei minat baca terhadap penduduk di negara-negara ASEAN. Faktanya sungguh membuat kita miris. Minat baca Indonesia paling rendahdengan nilai 0,001! Artinya, dari sekitar seribu penduduk Indonesia, hanya satu yang masih memiliki minat baca tinggi.1Alamak, sungguh mengenaskan!

Lalu timbulah banyak pertanyaan bagaimana agar gemar minat baca dapat tumbuh kembali pada masyarakat ? ada banyak solusi yang dapat menumbuhkan kembali minat baca masyarakat khususnya minat baca dalam bentuk media cetak, kunci utamanya kita harus dapat memupuk budaya gemar membaca sedak usia dini dan itu harus dimulai didalam keluarga.

Perkenalkan anak dengan buku-buku—sesuaikan dengan konsumsi usianya—ketika mereka berusia 1-6 tahun (sebelum masuk SD). Harapannya ketika masuk SD, kebiasaan gemar membaca ini akan terbawa-bawa di sekolah. Pada akhirnya buku-buku baik yang ada di sekolah pun akan mereka “lahap”. Para guru tentu saja dituntut untuk terus menggalakkan minat baca tersebut kepada anak didiknya. Kalaulah hal ini dilakukan, niscaya ketika masuk SMP, SMA, perguruan tinggi, bahkan sampai tua nanti, kebiasaan gemar membaca ini akan menjadi gaya hidup dan mengakar kuat pada diri mereka.

Menggenjot minat baca juga bisa dilakukan adalah dengan menargetkan jumlah buku yang dibaca dalam sebulan—mungkin empat atau lima buku. Kebiasaan ini harus rutin dikerjakan agar kita terbiasa membaca. Atmosfer membaca juga mesti dibangun. Di mana saja ada waktu luang, sempatkanlah membaca—entah di halte bis, ruang tunggu rumah sakit, angkutan umum, toko buku, dll.

Jepang dan Rusia telah membuktikan bahwa maju tidaknya suatu bangsa (salah satunya) tergantung pada tinggi rendahnya minat baca bangsa itu sendiri. Mari genjot minat baca kita demi kemajuan bangsa!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline