Lihat ke Halaman Asli

Pembangunan Sebagai Panglima Negara Berkembang?

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan sebagai Panglima Negara Berkembang?

Upaya-upaya untuk memperoleh kesejahteraan atau taraf hidup yang lebih baik merupakan hak semua orang dimanapun mereka berada. Di negara berkembang, pembangunan adalah tujuan utama untuk memajukan dan mensejahterakan rakyatnya. Hal ini terlihat dari upaya negara dalam pembangunan bangsa baik dari sektor ekonomi, sosial dan budaya, industri dan sebagainya. Dengan demikian pembangunan dijadikan sebagai panglima mengusik kemiskinan dan sarana bagi pencapaian taraf hidup kesejahteraan suatu negara.

Upaya peningkatan dibidang pertanian dilakukan secara ekstensifikasi dan intensifikasi. Lahan diperluas dan pupuk ditiingkatkan juumlah maupun mutunya melalu sistem teknologi. Sarana-sara infrastruktur ditingkatkan seperti jalan, pembangunan irigasi, waduk dan transportasi. Sektor industri dibuka, bukan saja sebagai sarana pendukung bagi pembangunan pertanian, tetapi juga untuk mendapatkan produk manufaktur yang dibutuhkan.

Namun demikian, setiap pembangunan tidak terlepas dari adanya dampak yang merugikan, terutama kepada lingkungan. Setiap kegiatan manusia baik dalam riak kecil maupun dalam riak yang lebih besar, dalam langkah yang insedentil ataupun trutin selalu akan memengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, manusia tidak akan lepas pula dari pengaruh lingkungan baik yang datang dari alam sekitarnya, dari hubungan antar individu maupun masyarakat.

Beberapa pengamat mengatakan bahwa pembangunan sebagai paradigma Negara barat. Hal ini dilihat dari ide pembangunan dimulai di penghujung decade 40-an, yakni setelah perang dunia kedua, tatkala presiden amerika serikat Harry S. Truman mengumummkan politik pemerintahannya, walaupun sebenarnya banyak kalangan teoritis menyatakan bahwa kebijakan Truman dalam rangka membendung semangar anti kapitalisme bagi Negara-negara dunia ketiga. Politik ini juga merupakan alasan atas meningkatnya daya Tarik dunia ketiga terhadap keberhasilan Uni Sovyet. Oleh karena itu, para ahli mengatakan bahwa pembangunan sebagai bungkus baru dari kapitalisme.

Konsep pembangunan dan modernisasi yang dipraktekkan di dunia ketiga merupakan refleksi paradigm barat tentang perubahan social. Modernisasi disebutnya sebagai refleksi dari bentuk-bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi sebagaimana telah menjadi bagian dari kehidupn Negara-negara industri. Dalam mewujudkan pembangunan dan modernisasi terbentuklah dua institusi dunia yang paling berpengaruh yaitu IMF (International Monetery Funding) dan juga World Bank.

Namun dampak yang timbul ialah terjadinya ketergantungan, khususnya kepada lembaga moneter dunia tersebut dan terjadilah pembengkakan utang di Negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia. Ironisnya, tidak selamanya utang-utang luar negeri tersebut mengangkat keterbelakangan kea rah pembangunan, termasuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dan rakyat dari Negara-negara berkembang. Dengan kata lain, meskipun berbagai upaya seperti program industrialisasi, yang di Indonesia dikenal sebagai program Repelita demi Repelita yang menekankan kepada sector tertentu, namun kemiskinan dan permasalahan Negara serta rakyatnya tetap saja belum banyak berubah dari waktu ke waktu.

Proses pembangunan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970 dimana terdapat pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam kurun waktu tersebut, terutama didasarkan kepada pengembangan sumber-sumber alam, perluasan manufaktur modern dan peruubahan teknologi dibidang pertanian perubahan besar dalam struktur perekonomian Indonesia telah terjadi melalui pertumbuhan yang cepat dalam industri manufaktur, minyak an industri pengolahan sumber yang menjadikan hutan sebagai komoditi ekonomi industri dan sebagainya.

Tak hilang dari benak kita persoalan eksploitasi kayu besar-besaran yang terjaid di Kalimantan yang menjadi suatu kasuss yang sangat jelas, karena segara diketahui adanya ekspor yang dilaporkan dibawah jumlah yang sebenarnya dan penggelapan pajak ekspor oleh beberapa perusahaan asing. Dan seperti ditunjukkan oleh Palmer, terbukti tidak ada perencanaan untuk memertahankan hasil kayu atu kebijakan pelestarian lainnya.

Pembangunan yang dipraktekkan demikian juga tidak menyentuh realitas kebutuhan kehidupan masyarakat memang pernah tercatat bahwa Indonesia mencapai profuktivitas tertinggi perhektar di nefara-negara Asia Tenggara dan Selatan. Demikian juga bahan makanan lain seperti ikan, ternak ungags, susu dan telur namun peningkatan bahan makanan tersebut tidak sebanging gengan pertambahan penduduk, sehingga Indonesia tetap saja sebagai Negara pengimpor, dan paling buruk terjadi tahun 1977 Indonesia mengimpor sepertiga dari seluruh beras di pasar internasional.

Pertumbuhan penduduk adalah realitas paling nyata yang dapat kita lihat. Masalah yang timbul akibat pertumbuhan penduduk yang sangat pesat ini adalah krisis pangan. Hal ini terlihat dari setiap program Pelita I hingga Pelita VII yang selalu memprioritaskan pengadaan pangan dan pertanian. Masalah ini tambah menyulitkan sebab secara demografis tingkat penyebaran penduduk di Indonesia ternyata sangat pincang. Di satu sisi, dimana oulau JAMBAL ( jawa, Madura, bali dan Lombok kini dihuni oleh dua pertiga dari seluruh penduduk Indonesia yang lebih dari 206 juta jiwa. Di sisi lainnya, usaha penyebaran penduduk melalui transmigrasi tidaklah memberi arti yang dapat dirasakan untuk mengurangi beban penduduk yang menghuni ketiga pulau sarat ini.

Oleh karena itu, dalam menjalankan pembangunan nasional sesuai GBHN, Negara Indonesia masih harus memusatkan titik permasalahan pembangunan yang terjadi. Kemiskinan, ledakan penduduk, keterbelakangan akan menjadi lingkaran setan yang tidak aakan pernah bisa terselesaikan bila paradigm pembangunan hanya para nilai ekonomis, tanpa mempertimbangkan sisi lainnya. Penulis berharap bahwa pembangunan berkelanjutan seperti yang sudah sering tercetuskan dapat berjalan dan dapat membrantas segala konflik Negara yang keras ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline