Lihat ke Halaman Asli

PEREMPUAN TAK BERPAKAIAN SYARIAH LAYAK DIPERKOSA

Diperbarui: 2 Januari 2016   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin pertanyaan-pertanyaan apa yang harus dilakukannya sebagai perempuan adalah hal yang sering dilontarakan dalam sanubari saudari-saudari kita para perempuan di Aceh. Bagaimana tidak pernyataan Bupati Aceh Barat Ramli Mansur yang mengatakan bahwa “PEREMPUAN TAK BERPAKAIAN SYARIAH LAYAK DIPERKOSA” sangat menyayat hati dan menimbulkan kegelisahan-kegelisahan baru dikalangan perempuan, serta hal tersebut sebagai wujud nyata bahwa perempuan sudah tidak aman lagi dan keamanannya sudah tidak bisa terjamin oleh siapapun bahkan oleh pejabat negara dan negara sekalipun. Tidak hanya itu hal tersebut adalah wujud pelecehan atas mandat UU No 7/1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Alasannya pun selalu klasik mengapa layak diperkosa yaitu karena para lelaki bisa terangsang melihat dada dan pantat perempuan. Mengapa harus selalu perempuan yang disalahkan ketika para lelaki tidak bisa menahan nafsu birahinya? Mengapa perempuan yang harus menanggung akibatnya ketika para lelaki terangsang? Mengapa perempuan yang sudah jelas-jelas menjadi korban, namun disisi lain juga sebagai tersangka?. Mengapa tidak memberlakukan aturan juga untuk para lelaki agar bisa menahan nafsu birahinya, serta untuk meminimalisir para lelaki yang berotak mesum. Saya fikir ada hal yang salah bahkan sangat fatal dalam hal ini, pernyataan tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa para lelaki bebas melampiaskan syahwatnya kapan saja dia terangsang dan dengan bebas bisa menyetubuhi perempuan manapun yang telah membuatnya terangsang, lalu setelah itu dengan seenknya mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena kesalahan perempuan, edaaaann!!!!!!!

Korelasi Cara Berpakaian Dengan Pemerkosaan

Saya belum menemukan korelasi yang signifikan antara cara berpakaian dengan pemerkosaan. Hal tersebut dikarenakan dalam beberapa kasus pemerkosaan juga terjadi terhadap perempuan yang berpakain tertutup dan sopan. Harus ada aturan yang diberlakukan untuk kedua belah pihak baik perempuan maupun laki-laki tidak hanya selalu menyalahkan dan mengkambinghitamkan sebelah pihak yang lagi-lagi dalam hal ini adalah perempuan.

Menurut saya hal yang perlu dirubah dan menjadi konsern adalah bukan perempuannya atau tata cara berpakaiannya, akan tetapi moral manusianya. Jika moral dan etikanya sudah baik maka hal-hal yang lainpun akan ikut baik, begitupun sebaliknya.

Aceh dan Syariatnya

kalau memang alasan pemerintahan Aceh pemberlakukan peraturan tersebut adalah untuk menjalankan syariat islam, benarkah? Syari’at islam yang mana? saya gagal faham sangat-sangat gagal faham. Sebagai orang yang awam, saya yakin tidak ada ajaran dalam islam yang menyerukan bahwa boleh melakukan pelecehan dan pemerkosaan terhadap perempuan yang dianggap tidak berpakaian syari’ah.

Bukankah tuhan mengutus sang baginda Rasul untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam, bukankah sang baginda rasul selalu mengajarkan kita tentang cinta kasih, menghormati, dan saling menghargai terlebih-lebih terhadap perempuan. Lalu, sejak kapan memperkosa perempuan yang dianggap tidak berpakaian syari’ah dipebolehkan bahkan dianjurkan dan dilegalkan dengan dalih untuk menjalankan syari’at islam. Ini benar-benar pemikiran yang sakit dan sudah tidak waras, dan lebih disayangkan lagi hal tersebut diserukan oleh seorang pejabat negara. bagaimana jadinya apabila hal tersebut benar-benar dilakukan oleh warganya dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum dalam tanda kutip para laki-laki yang berotak mesum.

Negara Harus Mengambil Peran

Dalam hal ini negara harus mengambil peran meskipun sudah memberikan privilege terhadap Aceh dalam menjalankan pemerintahan sesuai aturan-aturan yang dianggap sebagai aturan lokal di Aceh. Hal tersebut dikarenakan negara juga memiliki amanat untuk merealisasikan mandat dalam UU No 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan seruan mengenai “PEREMPUAN TAK BERPAKAIAN SYARIAH LAYAK DIPERKOSA” adalah nyata-nyata bagian dari diskriminasi terhadap perempuan. Negara juga harus bersikap tegas dan memastikan bahwa selururh warga negaranya yang tergabung dalam NKRI harus menjalankan setiap amanat undang-undang, tidak terkecuali Aceh sebagai bagian satu kesatuan dalam NKRI mau tidak mau, suka tidak suka juga harus menjalankan amanat tersebut meskipun memiliki privilege yang diberikan oleh negara. Atas nama kemanusiaan dan solidaritas terhadap sesama perempuan saya mengecam segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang selalu berdalih atas nama agama. Karena sesungguhnya beragama itu indah, namun apabila kau menemukan ketidakindahan dalam beragama berarti perlu dipertanyakan tuhan mana yang engkau sembah, bisa jadi tuhanmu adalah egomu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline