Lihat ke Halaman Asli

Hari Perempuan Internasional; Perempuan NTB Apa Kabar?

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Perempuan NTB, bangkit berjuang melawan penindasan!!!
Galang Solidaritas Lawan Penindasan!!”

Menarik untuk sekilas flash back terkait sejarah asal mula mengapa tanggal 8 maret tersebut dijadikan sebagai hari perempuan internasional/international women’s day. Ide untuk memperingati hari Perempuan Sedunia sebetulnya telah berkembang sejak seabad yang lalu ketika dunia industri ini sedang dalam masa pengembangan dan pergolakan, peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan pemunculan paham-paham, ideologi-ideologi radikal sedang mengalami ledakan. Pada tanggal 8 Maret 1857, para buruh perempuan di pabrik pakaian dan tekstil (disebut ‘buruh garmen’) di New York, Amerika Serikat mengadakan sebuah aksi protes. Mereka menentang kondisi tempat kerja yang tidak manusiawi dan upah yang rendah. Polisi menyerang para pemrotes dan membubarkan mereka. Dua tahun kemudian, juga di bulan Maret, untuk pertama kalinya para perempuan ini mendirikan serikat buruh sebagai upaya melindungi diri mereka serta memperjuangkan beberapa hak dasar di tempat kerja.

Tanggal 8 Maret 1908, sebanyak 15 ribu perempuan turun ke jalan sepanjang kota New York menuntut diberlakukannya jam kerja yang lebih pendek, menuntut hak memilih dalam pemilu dan menghentikan adanya pekerja di bawah umur. Mereka menyerukan slogan “Roti dan Bunga”, roti adalah sebagai simbol jaminan ekonomi dan bunga melambangkan kesejahteraan hidup. Sejak saat itu 8 Maret ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional sebagai penghargaan atas kebangkitan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak sosial-ekonominya. Maka untuk itu pada saat ini dimana selama masih ada diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan, maka tentu saja momentum itu harus diperingati secara gegap gempita dengan berbagai bentuk kegiatan yang tetap dalam kerangka perjuangan menuntut hak-hak sosial-ekonomi dan politik kaum perempuan.

Hari perempuan internasional pada tahun 2015 ini, di peringati lagi oleh hampir seluruh perempuan di belahan dunia, tidak terlepas oleh perempuan Indonesia. Banyak aksi-aksi yang dilakukan oleh parak aktivis perempuan atau gerakan perempuan untuk mengisi momentum ini, seperti aksi gebrakan dari perempuan se-Indonesia dari berbagai background, kemudian menamakan diri mereka Perempuan Indonesia Anti Korupsi (PIA) yang dilaksanakan di berbagai kota di nusantara secara serentak, yaitu: Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Malang, Solo, Padang, Kaltim, Kalbar, dan Bali. Aksi tersebut dilakukan sebagai wujud dukungan perempuan Indonesia yang menyatakan dengan tegas anti terhadap korupsi, demi anak-anak mereka, dan demi Indonesia lebih baik. Perempuan adalah agen penting yang bisa mencegah korupsi yang sudah menjalar di negara ini dengan memulainya dari hal yang kecil, yaitu mulai dari keluarga mereka masing-masing, karena perempuanlah yang menjadi tonggak utama yang akan memberikan edukasi terhadap anak-anak mereka sebagai regenerasi bangsa ini tentang bahaya laten korupsi.

Lalu tanda tanya besar muncul bagaimana dengan gerakan perempuan NTB?, gebrakan apa yang dilakukan oleh perempuan NTB dalam mengisi momentum ini, apakah para aktivis perempuan di NTB tengah sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing, bahkan mungkin memang giroh/adagium gerakan perempuan di NTB sedang berada dalam titik jenuh, sehingga greget gerakan perempuan NTB mulai melemah. Bisa jadi juga menganggap bahwa melakukan gerakan-gerakan tersebut sudah basi, tidak up to date,norak, dan monoton karena terkesan hanya ceremonial belaka yang tidak masuk pada esensi. Maka dari itu para aktor gerakan perempuan NTB sedang merancang formula/ strategi gerakan yang lebih memiliki esensi, dan kaya manfaat. Wah! semoga saja asumsi ini yang benar, jangan sampai sebaliknya yaitu ternyata para perempuan NTB gagal membangun strategi gerakan yang berwawasan kearifan lokal dikarenakan kurang up to date, dan sering ketinggalan isu-isu global mengenai hal tersebut. Kemudian menganggap hal tersebut sebagai sebuah kewajaran dan mengatakan NTB masih tergolong berada dibawah kota-kota maju lainnya seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Malang dan lain sebagainya dari segi ketangkasan menanggapi isu-isu global. Menurut penulis hal tersebut sudah tidak bisa dijadikan kambing hitam lagi di era digitalisasi ini, mengingat globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dibendung lagi (Antony Giddens), dimana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses informasi seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya sesuka hati mereka.

Selain itu, jangan-jangan permasalahan-permasalahan yang menimpa perempuan NTB dianggap sudah nihil? sehingga para aktor gerakan lebih senang memanfaatkan era digitalisasi ini untuk facebook-an, twitter-an, path-an, instagraman dan lain sebagainya. Hal tersebut menurut Herbet Marcuse secara tidak sadar melemahkan, mengurangi, bahkan menghilangkan nalar kritis para aktor gerakan terhadap hal-hal yang membutuhkan perhatian khusus. pasalnya hal tersebut masih jauh dari kenyataan ketika melihat fakta bahwa NTB masih sebagai sarang beragam permasalahan seperti poligami, KDRT, rendahnya IPM, rendahnya pelayanan publik untuk perempuan dan ank-anak, dan Women Trafficking, dimana korban dari permasalahan-permasalahan tersebut sebagian besarnya adalah perempuan. UNICEF memperkirakan bahwa sekitar 100000 wanita dan anak-anak dijualbelikan untuk eksploitasi seksual di Indonesia dan luar negeri. 30% dari perempuan yang dijual untuk prostitusi berusia dibawah 18 tahun, dan 40000-70000 anak-anak Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual. Perempuan dan anak-anak Indonesia diperdagangkan untuk eksploitasi seksual di Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan, Jepang, Hongkong, dan Timur Tengah. Sejumlah wanita Indonesia juga dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga tetapi kemudian berada dalam kondisi yang terancam. Wanita-wanita tersebut direkrut dengan janji-janji akan diberikan pekerjaan yang layak. Beberapa wanita etnik Cina dari Kalimantan Barat dipekerjakan menjadi wanita simpanan di Taiwan, Hongkong dan Singapura. Sementara wanita Indonesia dari Riau, Bali dan Lombok diperdagangkan untuk pariwisata seks di Malaysia dan Singapura.

Semoga para aktor gerakan perempuan di NTB segera bangun dan bangkit dari mati surinya. Sehingga greget gerakan perempuan NTB yang hilang kembali mewarnai perjuangan-perjuangan untuk perempuan di NTB yang memberikan manfaat langsung, serta semakin menumbuhkan kesadaran dalam diri setiap perempuan NTB bahwa perjuangan masih panjang, maka dari itu sudah saatnya kembali bersatu membangun solidaritas melawan setiap penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan, khususnya perempuan di NTB. Amiiinnn semoga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline