Lihat ke Halaman Asli

Hany Ahyun Usadani 21104080006

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Objek Wisata "Jeglongan Sewu" yang Meresahkan

Diperbarui: 22 Maret 2024   00:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : Dokumen Pribadi

Jeglongan Sewu merupakan dua kata yang berasal dari bahasa jawa yang artinya lubang seribu. Objek wisata Jeglongan Sewu sebenarnya memiliki arti yang mendalam yaitu merupakan sebuah kritikan dari beberapa kelompok masyarakat di sekitar Jalan Godean, Ngapak-Kenteng karena kondisi jalan yang mirip seperti jeglongan sewu. 

Padahal, Jalan Godean, Ngapak-Kenteng dan yang searah dengan itu merupakan kawasan jalan provinsi yang cukup panjang. Masyarakat di sekitar kawasan tersebut menunjukkan aksi protes dengan pemerintah melalui pemasangan banner-banner di sepanjang jalan tersebut dan pembuatan pamflet aksi protes di sosial media yang dibagikan melalui whatsapp group di dusun-dusun. Hal tersebut yang kemudian menjadi perbincangan masyarakat dan informasi terkait aksi protes serta keadaan jalan tersebut semakin menyebar luas.

Aksi protes tersebut dilakukan sejak tanggal 14 Maret 2024 dan sampai sekarang masih terus dilakukan. Aksi protes berupa pamflet di media sosial dilakukan sejak 14 Maret 2024 melalui whatsapp group dan kemudian oleh masyarakat disebarluaskan lagi melalui story whatsapp yang membuat masyarakat menjadi semakin berfikir negatif terhadap kinerja pemerintah. 

Tulisan dalam pamflet tersebut berisi sindiran, kecaman yang sangat tajam, dan terdapat beberapa kalimat yang menggunakan bahasa kurang sopan. Salah satu kalimat sindirannya yaitu "Anda memasuki kawasan jalan provinsi yang dianak tirikan" serta "Selamat datang di objek wisata Jeglongan Sewu". Hal tersebut yang harus digarisbawahi oleh pemerintah sebagai evaluasi untuk kedepannya agar lebih peka terhadap masyarakat.

Sedangkan, aksi protes berupa pemasangan banner-banner di sepanjang jalan dilakukan sejak tanggal 17 Maret 2024 yang berisi kritikan dan sindiran kepada pemerintah mengenai jalan provinsi yang masih dianaktirikan. Jalan provinsi yang berfungsi sebagai penghubung antar provinsi seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Jalan yang termasuk prioritas saja kurang terjamin kenyamanannya, bagaimana dengan jalan yang di pedalaman desa?

Dalam banner-banner dituliskan tulisan dianak tirikan karena masih banyak jalan berlubang dan tidak rata di sepanjang Jalan Godean, Ngapak-Kenteng yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Sebagai masyarakat sekitar dan sebagai pengguna jalan, tentunya hal tersebut membuat perjalanan berkendara menjadi tidak nyaman. 

Selain itu, jalan yang disebut masyarakat sebagai objek wisata "Jeglongan Sewu" tersebut juga membahayakan pengendara karena kondisi jalan yang banyak sekali lubangnya. Selain itu, juga tertulis "Pajak telat di dendo -- dalan rapenak di jarno" yang artinya telat membayar pajak didenda- jalan tidak enak di biarkan saja".

Setelah adanya aksi protes masyarakat melalui media sosial dan melalui banner di jalan, membuat pemerintah daerah sedikit melek terhadap kenyamanan berkendara di daerah Jalan Godean, Ngapak-Kenteng. Keesokan paginya, mulai tanggal 15 Maret 2024 sudah ada truk pembawa aspal dan pegawai yang menambal jalan raya yang berlubang. 

Dari hari ke hari, pelan-pelan jalan yang seperti jeglongan sewu tersebut sedikit teratasi, meskipun masih ada beberapa jalan yang belum bisa rata. Setidaknya pemerintah sudah mendengar suara-suara rakyat yang gelisah terhadap kurang nyamannya sarana prasarana di jalan raya dan bertindak untuk segera memperbaikinya.

Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa kinerja pemerintah daerah sudah cukup baik. Akan tetapi, lebih baik jika pemerintah lebih memperhatikan lagi keadaan sarana prasarana yang ada di masyarakat salah satunya yaitu dengan adanya pengecekan secara berkala. Pengecekan berkala tersebut dibutuhkan, baik itu di jalan raya provinsi maupun jalan kabupaten atau pun fasilitas-fasilitas lainnya yang menjadi tanggungjawab pemerintah. Jadi, jangan menunggu protes dari masyarakat baru kemudian diperbaiki. Akan tetapi, dicek diperbaiki dulu sehingga tidak timbul asumsi-asumsi negatif dan kecaman-kecaman yang tajam dari masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline