Salah-satu masalah besar bangsa Indonesia adalah bagaimana menghapus mental inlander (pribumi/budak) yang sekian lama bercokol dalam diri individu-individu negeri ini. Mental inlander merupakan penyakit mental yang sulit diberantas. Perlu keberanian dari pemimpin-pemimpin bangsa ini untuk membawa bangsa Indonesia ke gerbang kemandirian dan kemerdekaan sejati.
Selama 350 tahun dijajah berbagai bangsa di dunia, mereka menanamkan sifat rendah diri, koruptif, licik, suka mengeluh, penakut, tidak berani mengambil resiko, curang, suka menggunting dalam lipatan, tidak disiplin, ke dalam psyche (jiwa) bangsa Indonesia.
Sebenarnya kaum intelektual terdahulu pada masa revolusi kemerdekaan berusaha menghapus mental inlander ini. Tapi nyatanya penyakit ini sudah bercokol terlalu dalam diri bangsa Indonesia dan tidak bisa disembuhkan secara instan. Perlu keberanian dan tekad dari seluruh elemen bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari mental inlander ini.
Bangsa-bangsa Asia lain sudah mulai melepaskan diri dari mental inlander Mereka bahkan mampu berpikir. Mereka mengadaptasi pola pikir rasional Barat, tapi mereka tidak menjadi Barat. Pada masa Orde Lama dahulu, kita punya Bung Karno yang berupaya menghapuskan mental inlander ini. Mental pecundang ini harus dikikis habis kalau bangsa Indonesia mau berjaya di pentas internasional.
Malaysia punya Mahathir Mohammad yang dengan tegas menolak IMF dan demokrasi liberal pada krisis ekonomi 1997-1998. Mahathir punya cara sendiri untuk mereformasi ekonominya tanpa didikte lembaga-lembaga keuangan internasional dan negara-negara Barat.
Mahathir berani melawan hegemoni Barat Ia mengubah mental rakyatnya dengan pendidikan dan ekonomi. Mahathir menciptakan sistem politik dan ekonomi yang berpihak kepada bumiputra. Mahathir tahu betul bahwa demokrasi liberal berbahaya bagi bangsanya.
China dahulu punya Deng Xiaoping yang membawa bangsanya menuju liberalisasi ekonomi dan mendominasi perdagangan dunia. Singapura juga punya mendiang Lee Kuan Yew.
Menurut Kishore Mahbubani, mantan diplomat Singapura, bangsa-bangsa Asia telah mampu berpikir mandiri, tanpa harus bergantung pada pemikir-pemikir yang pro Barat.
Mereka bisa berpikir kenapa negara mereka tidak semaju Barat. Mereka berani merancang masa depan bangsanya sendiri. Mereka berani menetapkan visi pembangunan mendatang dengan optimis.
Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Sebenarnya ada sebagian kecil bangsa Indonesia yang mampu berpikir. Indonesia punya sekian banyak sarjana, master dan doktor, baik lulusan dalam dan luar negeri yang berprofesi sebagai akademisi, birokrat, kaum profesional, dan lain sebagainya.
Mereka memiliki kapasitas intelektual yang luar biasa. Namun sayang hanya sebagian elit yang tertarik pada dunia ilmu dan gagasan. Bangsa Indonesia belum sepenuhnya lepas dari mental inlander.