Belum lama ini warganet heboh dengan tren "ikoy-ikoyan" sebagai budaya populer di media sosial Instagram. Pasalnya, tren ikoy-ikoyan disebut-sebut memiliki jumlah hadiah yang terbilang fantastis, mulai dari uang tunai satu juta rupiah, handphone, makanan hingga biaya untuk kuliah. Tren ini dipopulerkan oleh figur publik tanah air Arief Muhammad melalui akun Instagram pribadinya dan mendapat begitu banyak respon pengguna Instagram terutama pengikutnya.
Ikoy-ikoyan merupakan sebuah tren berbagi di media sosial Instagram yang menjadi bahan perbincangan warganet. Ikoy-ikoyan sendiri tidak memiliki arti secara harfiah dalam bahasa Indonesia menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dikutip dari Pikiran-Rakyat.com, ikoy-ikoyan merupakan permainan yang diperkenalkan pertama kali oleh salah satu figur publik yakni Arief Muhammad.
Tren permainan ini adalah momen berbagi kepada pengikut yang menceritakan kebutuhannya kepada Arief via DM (direct message). Kemudian Arief memberikan perintah untuk mengirim hadiah bagi pengikut yang menceritakan kebutuhannya dengan berkata "Koy, tolong kirimin...," kepada asisten pribadinya. Perintah itu lalu diunggah pada instagram story akun @ariefmuhammad dan asistennya akan mengonfirmasi permintaan Arief melalui akun Instagram pribadinya @mrizqifadhilah. Ikoy-ikoyan sendiri berasal dari nama panggilan asisten pribadi Arief yaitu Muhammad Rizqi Fadhilah yang biasa dipanggil dengan sebutan "Koy".
Sementara itu, dilansir dari Tribunnews.com ikoy-ikoyan bukan berbagi yang bersifat cuma-cuma, melainkan pengikut Arief diwajibkan untuk mengikuti beberapa akun usaha miliknya terlebih dahulu, seperti misalnya Billionaires Project hingga Prepp Studio. Banyak warganet ikut meramaikan tren ikoy-ikoyan di akun Arief hingga disebut-sebut ada sekitar satu juta pesan yang masuk setiap hari. Tren ini juga membuat figur publik lain turut berpartisipasi meramaikan, seperti misalnya Fadil Jaidi, Tasya Farasya, Nafa Urbach dan Shandy Purnamasari.
Fenomena tren ikoy-ikoyan merupakan satu contoh kasus yang dianalisis menurut perspektif sosiologi komunikasi, yakni budaya populer. Budaya populer dikenal juga dengan budaya orang kebanyakan. Salah satu dari empat poin pemikiran budaya populer menurut Ben Agger adalah kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas (Radiah, 2012:129). Pemikiran Ben tersebut sejalan dengan tren ikoy-ikoyan dimana fenomena populer ini menetes dari kalangan "atas" yang memiliki pengaruh dan pengikut. Arief yang merupakan figur publik dengan pengikut menghampiri lima juta akun pengguna adalah pihak yang berperan sebagai trendsetter fenomena budaya populer ikoy-ikoyan.
Ben Agger (1992:24) juga mengatakan bahwa sebuah budaya yang akan memasuki media hiburan, maka budaya itu umumnya menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya (Radiah, 2012:129). Dengan kata lain, budaya yang populer di media hiburan adalah budaya dengan probabilitas unsur populer tinggi yang memiliki kemungkinan diserap dan diterima oleh publik secara masif.
Selain itu, Ridaryanthi (2014: Jurnal Bentuk Budaya Populer dan Konstruksi Perilaku Konsumen Studi Terhadap Remaja) berpendapat bahwa faktor penarik dan pendorong minat pada budaya populer dapat berasal dari dalam dan luar diri informan. Faktor itu adalah terpaan media dan informasi yang membangkitkan ketertarikan karena dikemas dengan apik dan tidak lengkap, namun memberikan kesan mendalam terhadap informan.
Fenomena ikoy-ikoyan adalah sesuatu yang baru di media tanah air, dimana sebelumnya tren berbagi dengan "pola" semacam ini belum pernah ada atau belum pernah populer. Sebab ikoy-ikoyan adalah hal yang baru, dimana faktor pendorong popularitas dibalik tren ikoy-ikoyan itu sendiri adalah orang berpengaruh (Arief sebagai figur publik sekaligus trendsetter) maka tren ini memiliki probabilitas tinggi sebagai budaya populer yang akan diserap publik secara masif. Trendsetter sendiri menurut bahasa adalah orang yang berada paling depan atau paling awal menerapkan tren yang baru muncul.
Sementara itu, Strinati (2007:40 dalam Jurnal Farid Hamid: Media dan Budaya Populer) juga menyebutkan bahwa budaya populer adalah budaya yang lahir atas keterkaitan dengan media. Artinya, media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Sedangkan Radiah (2012:130) berpendapat bahwa budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elit dalam masyarakat tertentu. Demikian itu adalah ide konseptual dasar yang menjelaskan bagaimana kemudian hubungan antara trendsetter dengan dengan suatu fenomena budaya populer yang ada.