Lihat ke Halaman Asli

Ragil WIrayudha

melihat, mencatat dan mengingat

Serombongan Remaja “Berteriak Galak” di Night Market Ngarsopuro

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_169092" align="alignleft" width="300" caption="dok_amadtattoo_by pen-cam"][/caption]

“..kita tidak bisa hanya memandang ke belakang yang seharusnya begini atau begitu..kita tidak bisa membenarkan apa yang dulu terjadi..mungkin kebenaran masa lalu hanya akan menjadi kesalahan di masa kini..”

Sejak sore kota Solo sudah diguyur hujan rintik. Namun rupanya hal itu tidak meredam semangat dan antusiasme warga Solo untuk nggruduk (datang) ke Night Market Ngarsopuro Mangkunegaran.Ada 3 stage yang terpampang gagah, dikemas dengan titel Festival Seni Kampung 2010 bertemakan “Warga Kreatif Warga Sejahtera” yang diselenggarkan oleh Disbudpar Kota Surakarta. Acara tersebut berlangsung sejak 14 Juni 2010, dan malam tadi (16 Juni 2010) adalah terminal akhir rangkaian festival budaya budaya tersebut. Festival Seni Kampung adalah ajang kreatifitas seni pertunjukan warga kota Solo. Wadah bertemunya para warga yang berangkat dari wilayah kampung, kelurahan atau tingkat kecamatan. Sebagai wujud apresiasi dan kepedulian warga terhadap kehidupan kesenian di kota Solo.

Cukup menarik perhatian adalah di panggung 3, sekelompok remaja yang menyebut dirinya Teater Kampung Halaman yang berasal dari kampung Gremet Manahan Surakarta. Mereka adalah salah satu dari sekian kelompok kesenian lain yang ikut memeriahkan malam penutupan itu.

[caption id="attachment_169094" align="alignright" width="300" caption="dok_amadtattoo_by pen-cam"][/caption]

“..kita tidak bisa hanya memandang ke belakang yang seharusnya begini atau begitu..kita tidak bisa membenarkan apa yang dulu terjadi..mungkin kebenaran masa lalu hanya akan menjadi kesalahan di masa kini..”, itulah salah satu dialog naskah  dalam lakon Anak Miskin Dilarang Sekolah yang dibesut oleh Encus Susanto. Terdiri dari 4 pemain diiringi musik sederhana.

“Lakon ini adalah satu dari sekian kegelisahan saya tentang pendidikan di Indonesia yang semakin tidak jelas juntrungannya, ditambah lagi dengan kualitas lulusan yang hanya asal-asalan…”, tandas Encus Susanto yang sejak 1 tahun terakhir rajin memoles “wajah panggung” Teater Kampung Halaman.

Dan mengenai kesamaan judul lakon kali ini dengan buku yang pernah terbit dengan judul yang sama, penulis naskah merangkap sutradara itu hanya berkomentar bahwa renungan seseorang bisa saja sama, dan sangat mungkin. “Tapi saya juga tidak menutup mata jika buku itu sudah terlebih dahulu keluar”, imbuhnya sembari tersenyum.

Sedikit disayangkan memang, fasilitas panggung tidak selengkap seperti yang pernah panitia janjikan. Hanya pada panggung 2 yang menjadi panggung utama semua alat terpasang komplit.

“Ya saya gela (kecewa), kok microphone saja sampai kurang dan tidak memadai untuk pelaksanaan pentas”, ungkap sutradara muda itu serius.(hk).

[caption id="attachment_169095" align="alignnone" width="300" caption="Teater Kampung Halaman/dok_amadtatoo_by pen-cam"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline