Lihat ke Halaman Asli

Hantu Nasionalis

Hobby Nulis aje

Merdeka tapi Tangis Darah

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya setuju dengan kata MERDEKA. Siapa yang tidak? Namun perjuangan hingga merdeka ini tentu harus berdasar karena dijajah dan dieksploitasi besar-besaran seperti Jepang yang habiskan nyawa dan harga diri bangsa ini. Para wanita Indonesia yang dilacurkan dan lelaki kami yang dimusnahkan selain alam kami yang dicuri untuk kelangsungan hidup saudara tua palsu.

Lalu Belanda yang berulang kali menipu dan berjanji. Mengadu domba kami dan saudara kami yang lapar mata karena iming-iming kekayaan sesaat hingga membuat sesat. Kini, penjualan aset negeri yang bukan lagi aset kami. Pemboikotan rakyat jenius kami yang terbukti telah banyak yang menjuarai berbagai lomba pengetahuan tingkat INTERNASIONAL, susah untuk diterima kejeniusannya oleh pelbagai lembaga negeri atau pemblokiran kesempatan untuk menyumbangkan ilmu yang jelas sudah diakui oleh dunia internasional.

Lalu Timor timur merdeka?

Baiklah, itu sudah sangat terlambat dikomentari. Walaupun mereka terlepas karena kebodohan salah satu orang jenius negeri ini yang terjebak alur permainan hingga coba-coba memberikan Referendum (untuk negara kok coba-coba?). Dan kemudian banyaklah daerah latah yang merasa berhak MERDEKA pula. Hanya karena merasa punya jaringan internasional? Karena merasa segelintir kelompok yang kalian anggap pejuang berkata demikian?

Dimana pejuang-pejuang tersebut saat merah putih berdiri melawan Belanda? Dimanakah pejuang kalian saat rakyat merah putih menjadi merah darah melawan tipu daya laknat Jepang saat itu? Lalu kini saat merah putih mengasuh kembangkan kalian, mengapa kalian ingkar?

Beralasan karena ketidak adilan? Kamipun merasa demikian! Namun kami tak berniat lari dan berusaha mengais-ngais sampah internasional untuk mengasihani kami untuk mengemis kata merdeka.

Anda keberatan dan gentar dengan kata 'kami' yang saya pakai? Baik! ubah kata kami yang diatas menjadi 'saya'!! Dan mulai sekarang saya akan menggunakan kata 'saya'.

Alasan karena sentralisasi kemajuan pembangunan kota? Kota yang mana? Bukankah sudah diberi Otonomi daerah?

Kota Jakarta? Wajar saja ibukota lebih megah dan mewah dibanding kota atau daerah yang lain. Apa nanti tidak malu bila ibukota negara ternyata tidak bisa memfasilitasi lembaga dan badan negara atau menjamu tamu negara? Harusnya tekan pemerintah daerah kalian yang sudah diberi otonomi itu untuk kembangkan potensi sumber daya alam dan manusia disana!!! Apa nanti tidak akan jadi bahan tertawaan bila ternyata ibukota tidak bisa mencerminkan ibukota?

Kalian muak dengan politik dan politisi yang tidak peduli dengan daerah?

SAMA!!! Saya pun muak!! (dan saya yakin banyak yang sependapat)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline