[caption id="attachment_152242" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Banyak sudah tokoh tokoh pahlawan dimensi perfilman yang baru lahir. Dari jagoan tangan kosong hingga jagoan dar der dor. Dari yang bertopeng hingga yang terang terangan memperlihatkan wajahnya yang ganteng ( walau 3 level dibawah saya). Berbagai intrik dan konflik diketengahkan, dari yang masuk akal hingga yang absurd (Masalahnya seperti yang dibuat buat geto). Saya rasa tiap yang namanya film pasti begitu, pasti dirancang permasalahannya agar menjadi menarik dan menghipnotis pencinta filmnya atau penggemar buta fanatis berlebihan dari pemeran film tersebut. Yang berlatar peperangan jaman dahulu, perang gang ( baca : genk), hingga super special cop (tokoh polisi yang benar benar mendedikasikan hidup dan pekerjaannya untuk memberi aman warga tanpa minta sumbangan atau pungutan seperti pengemis dengan memperjualbelikan perkara/hukum). Dari dulu, saya perhatikan dan amati, dari jamannya layar kain lebar yang dipancangkan dalam ke tanah, jamannya rekaman video yang kasetnya besar seperti batu bata, hingga sekarang yang rekaman videonya tidak usah ada kasetnya, namun dengan ekstensi bermacam macam. (yang tidak mengerti apa itu ekstensi jangan tanya saya...), ada perbedaan antara jagoan film indonesia dengan jagoan film mandarin. Mungkin tidak ada yang memperhatikan atau tidak begitu mempermasalahkan, namun bagi saya inilah cermin budaya bangsa kita. Coba kita lihat film mandarin terlebih dahulu... Apapun masalahnya, siapapun musuhnya, dan dimanapun setting negaranya, tokoh jagoannya tetap lokal punya. Tetap mandarin punya. Walaupun ada tokoh dari baratnya, tetap saja ada tokoh jagoan lokal yang mendampingi jagoan barat itu. Mereka sebanding dan saling tolong menolong, saling menjaga belakang, saling mendukung dan saling membutuhkan keterampilan masing masing yang berbeda gaya. Walaupun mengambil setting dinegara Amerika, tetap saja jagoannya LOKAL mandarin. Jagoan mandarin ini tidak ada rasa minder. Tidak ada rasa rendah diri saat harus menangani kasus bersama orang barat. Tetap saja memperlihatkan kehebatannya tanpa ragu sesuai dengan ciri khasnya. Sekarang kita amati film Indonesia... Apapun masalahnya, siapapun musuhnya, dan dimanapun setting negaranya, tokoh jagoan yang kita puja puja dan sangat kita andalkan adalah orang baratnya. dengan postur tinggi besar, berotot, rahang kekar, mata biru dan suara menggelegar. Saat adegan laganya pun ternyata jagoan lokal kita kalah dengannya. Polisi kita pun (difilm lhoo...entah nyatanya) sangat mengandalkan tokoh impor ini, dan sialnya, tokoh impor ini rendah hati dan tidak sombong seperti slogan yang sering dilantangkan anggota pramuka. Tokoh lokal kitapun ternyata sangat tergantung pada kedigjayaan dan kehebatan tokoh impor ini. Masih ingat Cinthya Rothrock? David Bradley? atau bahkan tokoh bule yang sempat mengegerkan Industri film Indonesia dengan adegan panasnya dengan ehem ehem...(kata adik saya, bila menyebutkan nama harus Consent dulu). Yang paling sebelnya adalah saat para tokoh lokal dalam kesulitan, tokoh impor ini selalu muncul membantu, hingga ada ucapan dari tokoh lokal yang bilang "untung anda datang tepat pada waktunya" atau "terimakasih, bila tidak ada anda mungkin saya tidak tertolong" dan sejenisnya... Dan penontonpun bertepuk senang saat tokoh impor ini kemudian muncul disaat saat genting bin gaswat. "Horeee" Kita ditanamkan agar bangga dan kagum kepada mahluk asing dari barat yang kebetulan manusia juga seperti kita. Perlahan namun pasti rasa cinta produk dalam negri mulai terkikis, tidak heran saat sekarang banyak yang butuh akan gengsi dan ingin dianggap ngetren dengan mengikuti gaya kebarat baratan. Tanpa sadar mereka mulai mem-follow budaya dan penampilan barat. Jangan bilang tidak habis pikir bila anda susah untuk mengampanyekan cinta produk dalam negri, karena mindset kita sudah sedemikian rupa diracuni atau teracuni. Pola seperti ini sudah terbaca, maka kemudian tokoh impor dari baratnya digantikan dari Korea, Jepang, China, Thailand dll... Itu sama saja pak...!!! Bukan dari baratnya yang dipermasalahkan. Saya bukan anti barat. Masalahnya adalah tetap saja kita tergantung dari kehebatan tokoh luar. Masih bangga dan excited saat tokoh luar ini membantu tokoh lokal. ini masih dalam kondisi yang sama namun beda gaya. Apa Indonesia sedemikian parahnya dan sedemikian tidak dapat diharapkannya?? Cuma untuk menarik minat penonton?? Cuma untuk menaikkan gengsi filmnya? Cuma untuk membuat isu dan gosip hingga bisa diulas di tiap media dan berharap dapat menaikkan rasa penasaran pangsa pasar dan akhirnya menuntaskannya dengan menonton?? Bila itu benar, berarti memang sudah sedemikian parahnyalah kita. Masa' untuk begitu saja harus mendatangkan bintang film porno? Kacau balau... Jagoan Indonesia sampai kedunia nyatanyapun tetap saja harus mengikuti program jagoan impor. Tetap harus mengikuti juklak dan prosedur permintaan luar. Kita menjadi bangsa yang tidak mempunyai integritas dan jati diri. Hilang sudah ramah tamah, tepo saliro, gotong royong, ciri bangsa yang dikristalkan oleh IR. Soekarno menjadi Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H