Lihat ke Halaman Asli

Hantu Nasionalis

Hobby Nulis aje

Jejak Devide et Impera

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengertian secara definitif Devide et impera atau politik pecah belah adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan dan mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Selagi Sekolah Dasar sudah diperkenalkan kata-kata asing ini yang berarti “Pecah, Hancurkan dan kuasai”, asal kata dari Bahasa Belanda, bangsa yang menjajah negeri Nusantara selama 350 tahun.

Politik pecah belah ini selalu menjadi langkah strategis Belanda untuk menghilangkan pemberontakan di berbagai daerah di muka bumi Nusantara. Banyak literature yang tersebar di jagat maya yang mendukung pernyataan ini, antara lain;

·Perlawanan Pattimura (1817)

·Perang Padri (1821-1837)

·Perang Diponegoro (1925-1830)

·Perang Banjarmasin (1859-1863)

·Perang Bali (1846-1868)

·Perang Sisingamangaraja XII (1870-1907)

·Perang Aceh (1873-1906)

·Dll

Memang tidak semua taktik Belanda menggunakan cara Devide et Impera ini namun hampir seratus persen politik ini mampu menghancurkan atau setidaknya meredam pemberontakan untuk kemerdekaan daerah Nusantara yang dilakukan tokoh-tokoh yang kini kita kenal sebagai Pahlawan Nasional.

Kini setelah hampir 70 tahun merdeka, paham politik ini ternyata masih membekas di otak dangkal masyarakat Nusantara bahkan hingga otaknya tokoh yang pengen bingit jadi tokoh Nasional. Tanpa disadari oleh rakyat, dan sudah pasti disadari oleh tokoh tersebut, Divide et Impera ini menjadi paham keharusan untuk melegalkan semua tindakan agar tercapai tujuan golongan mereka, baik dalam skala kecil maupun skala besar yang membutuhkan Grand Design untuk melakukan politik tersebut.

Mendiskreditkan pihak lawan dengan segala cara melalui fitnah dan kampanye hitam adalah salah satu sempalan ilmu pecah belah ini, dengan harapan para pendukung tokoh yang didiskreditkan atau dikampanye hitamkan ini beralih menjadi pendukungnya. Langkah ini bagi orang orang yang goblognya mendekati idiot bahkan bisa jadi otaknya sudah setaraf otak monyet (monyet jangan tersinggung ya…), adalah langkah paling strategis untuk melemahkan pendukung lawan.

Banyak jejak politik memecah belah ditemui dalam berbagai kasus negeri ini, baik skala RT (Rukun Tetangga…Bukan Retweet), hingga skala nasional. Dari gossip ibu ibu komplek yang entah sengaja maupun tidak, ingin menjatuhkan reputasi baik seseorang dilingkungannya, Perang antar kampung (Kampungan lu…!!), Perang antar gang (Gangguan lu…!!!), hingga perang antar jemput (jauh dekat goceng).

·Tawuran antar warga (ini), (ini juga), (check ini), (coba ini), (itu), (cari di google)

Bahkan tokoh yang sering gembar gembor dirinya adalah Manusia Nasionalis ( Untung saya Hantu…) seringkali menjadi arogan mengatakan akan mengerahkan massa, yang sudah jelas pasti massa monyet, menanggapi situasi yang menurut dirinya benar (belum tentu menurut orang lain benar). HIngga mengikis rasa persatuan dan kesatuan jati diri bangsa Nusantara. Mengadu domba saudara satu tanah air, satu bangsa dan satu Bahasa demi kepentingan politiknya, layaknya penjajah Belanda saja. Ironis dan berolak belakang dari teriakannya yang lantang dan berapi api bahwa dirinya adalah manusia yang mendukung persatuan dan kesatuan bangsa.

Bangsa menjadi bangsa yang hanya berani lawan tetangga sebelah rumah, tetangga kampung, tetangga kost, orang dekat, yang semuanya notabene adalah bangsa sendiri.

Pengaruh kebodohan turunan (bisa jadi kutukan), yang membanggakan daerah lahirnya dan merendahkan daerah lain. Memberikan idiom-idiom yang melecehkan kepada daerah lain, atau selalu bertanya ‘asal dan asli dari mana’ sebagai kata awal kepada orang yang baru dikenal. 350 tahun dijajah Belanda yang selalu ingkar perjanjian dan selalu menggunakan tipu daya untuk memecahkan ternyata menjadi pola pikir bangsa Nusantara ini dan menjadi jati diri.

Bahasa Indonesia dihancur leburkan, Bangsa Indonesia di kotak kotakkan, dan Perpecahan menjadi kebanggan.

Orang Amerika aja tidak pernah sebut negaranya AMER, Uganda menyebut negaranya UGAN, tapi Orang Indonesia merasa keren menyebut negaranya INDO.

Pamer kekuatan massa bahwa dirinya pantas dijadikan pemimpin adalah bullshit besar, pamer kekuatan massa itu selayaknya saat pawai kebudayaan antar Negara, menonjolkan kekuatan kebudayaan negeri kepada Negara lain adalah ciri kebanggaan yang pantas.

Semua sikap yang arogan dan mengerahkan massa agar bertindak rusuh adalah sikap sejati dari seorang PENGECUT, tanpa kecuali siapapun itu.

Sabar ye woo… jangan rusuh!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline