Lihat ke Halaman Asli

Hans Pt

Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Hantu Hanya Ada Dalam Pikiran?

Diperbarui: 26 Februari 2023   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Buku Kompas.com

Sudah lima tahun saya bekerja di kantor ini, gedung bertingkat 5. Ruang kerja saya di lantai 3. Di lantai 5 ada kamar untuk beberapa karyawan yang mau tinggal. Sebagai bujangan waktu itu, saya sering tidak pulang ke rumah di Bogor, terutama jika ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Maka saya lembur sendiri. 

Soal tidur, di mana saja bisa. Misalnya di atas meja besar yang ada di lantai 3 yang fungsinya buat rapat. Atau bisa juga untuk makan bersama. Saya biasa juga tidur di lantai dua yang merupakan aula atau ruang serba guna. Di sana ada banyak kursi yang bisa disusun sehingga enak buat tempat tidur. Di lantai dua juga ada perangkat alat musik seperti drum gitar bass keyboard.

Sering juga saya tidur di lantai satu, di bawah tangga, sebab di sana ada sofa. Singkat cerita, kalau di lantai 3 bosan, bisa turun ke lantai dua, atau bahkan di bawah lantai satu. Dan saat tidur  itu, soal penerangan hanya mengandalkan cahaya lampu dari jauh. Yang penting kelihatan meski remang-remang. 

Dan selama itu tidak pernah ada rasa takut atau pikiran apa-apa. Situasi memang sepi kalau malam larut, meski ada orang di lantai 5, jarak jangkaunya cukup jauh. Dan kadang di lantai 5 itu kosong, apabila mereka tidak pulang malam. Maka saya sering sendirian, tanpa seorang pun di gedung berlantai 5 itu. Dan tidak pernah ada perasaan apa-apa. Walau saya tahu hanya sendirian, namun bebas keluar masuk ruangan untuk cari tempat yang nyaman untuk tidur.

Tapi keadaan berubah ketika ada orang baru datang dari sebuah kota di Jawa Timur. Dia itu disodorkan oleh kenalan bos untuk bekerja sebagai desain grafis. Masih muda, dan tentu saja berstatus bujangan. Orangnya sedikit nyentrik, sedikit pendiam, namun bisa juga kocak. Dia  menempati satu kamar di lantai 5 yang sedang kosong. 

Beberapa hari setelah dia menetap, dia mulai memberikan informasi tentang "penghuni gedung" itu. Kata dia, di setiap lantai ada penghuninya. Dia bahkan secara spesifik mengatakan di dekat alat musik drum di lantai 2, salah satu sosok tinggal di sana. 

Geger... Seluruh gedung pun menjadi geger, padahal selama ini karyawan yang ingin lembur sampai pukul 19.00 merasa aman dan nyaman saja walau sendirian di ruangan. Tetapi sejak ada cerita seperti itu, situasi pun jadi mencekam. Seorang karyawati yang biasa pulang jam 7 malam, akhirnya pulang pukul 5 bersama-sama kawan lain. 

Suasana semakin mencekam hati para penghuni gedung, karena cerita lama diungkit-ungkit lagi. Katanya, beberapa tahun silam seorang wanita, adik pemilik gedung, meninggal di ruangannya, di lantai 3, karena terkena serangan jantung. Cerita ini sudah diketahui semua orang, tetapi tidak lagi berdampak apa-apa. Tetapi kegemparan terjadi lagi setelah mendengar info dari orang baru itu, yang mimik wajahnya serius bercerita.

Yang lebih tersiksa adalah saya, sebab sering harus lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Kalau sudah malam, tentu malas pulang ke Bogor, naik KRL. Maka tak ada jalan lain, nekat terus berada sendirian di lantai 3. Tapi dengan penerangan ruangan yang maksimal. Seluruh lampu yang ada di lantai 3 dinyakalan, termasuk yang di koridor. Dan yang pasti tidak lagi "suka" keluar masuk ruangan. Sebab situasinya sekarang sudah mengerikan dan menakutkan.

Sekarang, mendengar suara apa saja di malam yang sepi itu, rasanya menakutkan dan mendirikan bulu kuduk. Mau ke kamar mandi saja, masih di ruangan itu, gentarnya minta ampun. Kita tidak ingin gabung dengan kawan yang ada di lantai lima, sebab sebagai pribadi atau individu banyak ketidakcocokan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline