Erick Thohir sepertinya memang tepat jadi ketua umum (ketum) PSSI. Pengalamannya dalam bisnis sepakbola dunia menjanjikan bagi ekspektasi publik. Beberapa tahun lalu beliau pernah jadi presiden Inter Milan FC, klub elite Serie A Liga Italia, dan top di dunia. Lalu pada Asian Games VIII Jakarta - Palembang tahun 2018, dia dipercaya Presiden Jokowi jadi ketua penyelenggara. Dan sukses besar.
Tidak heran jika dia kemudian diangkat Presiden Jokowi menjadi menteri BUMN, di periode keduanya (2019 - 2024). Jokowi ingin agar Erick membersihkan BUMN dan menatanya kembali sehingga bisa maksimal dalam memberikan keuntungan bagi negeri ini, demi kesejahteraan rakyat juga.
Dengar-dengar sih, Erick cukup berhasil dalam mengemban kepercayaan yang diberikan Jokowi itu. Misalnya, banyak perusahaan yang bernaung di BUMN dibubarkan, dimerger, dilebur, dan lain sebagainya. Katanya banyak perusahaan yang berstatus "anak-cucu" perusahaan BUMN, namun tidak jelas apa sumbangsihnya. Bahkan sebaliknya dituding hanya buang-buang duit saja, atau sebagai wadah bagi oknum-oknum untuk menempatkan koleganya sebagai dirut di sana?
Jika memang benar demikian, sampai di sini jelaslah sudah betapa carut-marutnya kondisi ini. Dan dan tentunya ada banyak kepentingan berseliweran di sini. Uang, kekuasaan, nafsu, keserakahan, mafia, kebejatan dan lain sebagainya. Dan tidak mudah untuk membereskan hal-hal seperti ini. Namun kabarnya, benang kusut ini bisa diurai oleh Erick, meski tidak sampai lurus betul?
Sementara, persepakbolaan negeri ini, disebut-sebut memiliki problema yang kurang lebih sama akutnya. Ada banyak kepentingan bergentayangan di sepak bola, sehingga tidak pernah maju? Maju dalam artian, bisa merajai kawasan sajalah, mendominasi turnamen negara-negara se-Asia Tenggara, semisal AFF Cup. Tapi seberapa sering PSSI meraih Piala AFF? Sangat tidak sebanding dengan jumlah penduduk RI yang kini 260 juta lebih!
Lha, apa hubungannya? Ya adalah. Banyak pihak yang membandingkan prestasi sepak bola sebuah negara dengan jumlah orang yang ada di negara itu. Mungkin sih hanya sindiran. Tapi kita mestinya bisa mengambil hikmahnya, sehingga serius dan tulus mengelola persepakbolaan ini.
Jika suatu negara kecil yang jumlah penduduknya kecil, seperti Islandia, bisa masuk Piala Dunia 2018, kita jadi malu sendiri. Dari 260 juta orang Indonesia, masak tidak ada 11 (sebelas) orang saja yang bisa diajari bermain sepakbola? Kira-kira sepertilah itu bunyi olok-oloknya. Republik Islandia negara terkecil di Eropa, jumlah penduduknya tidak sampai satu juta orang.
PSSI? Jangankan menjadi kontestan piala dunia, jadi raja di kawasan yang terdiri dari belasan negara saja sulit jadi peringkat pertama. Terakhir, dan baru saja, awal Januari 2023 lalu, kesebelasan senior kita dihadang Vietnam pada semifinal Piala AFF.
Endingnya, lagi-lagi Thailand yang tampil sebagai jawara, untuk kali ketujuh! Turnamen ini sendiri sudah 14 kali terselenggara. Timnas kita, PSSI belum pernah juara. Di mana salahnya? Bayangkan betapa aneh dan misteriusnya.
Banyak dugaan, ada ulah mafia di sana sehingga persepakbolaan negeri ini anjlok? Nah, untuk itukah peran seorang Erick Thohir dibutuhkan, untuk menyibak dan mengurai benang kusut ini, sebagaimana dia lakukan di BUMN? Semoga demikian adanya.