Lihat ke Halaman Asli

Hans Pt

Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Kasus Ferdy Sambo Cs yang Berlarut-larut dan Mengecewakan

Diperbarui: 20 Januari 2023   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jujur saja. Kasus Ferdy Sambo sudah membuat kita lelah dan jenuh. Bayangkan kasus yang mulai mencuat sejak Juli tahun lalu ini masih bergulir di pengadilan. Sama seperti keanehan dan keganjilan yang mengitari kasus ini di awal peristiwa, vonis dan hukuman terhadap para terdakwa pun terasa aneh bin ganjil.

Kilas balik peristiwa. Pertengahan Juli 2022 lalu, jagad media digemparkan oleh berita tentang terjadinya tembak-menembak antara dua anggota polisi di rumah dinas Irjen Polisi Ferdy Sambo yang waktu itu menjabat kapropam. Seorang polisi bernama Brigadir J (belakangan diketahui bernama lengkap Brigadir Yoshua I Hutabarat), tewas. Jenazahnya dikirimkan ke keluarga di Jambi untuk dimakamkan.

Motif tembak-menembak adalah karena anggota polisi lain, Bharada E, hendak menolong Putri C., istri Ferdy, yang terancam "diperkaos" oleh Brigadir J. Karena J mengacungkan senjata api kepada E, maka tembak-menembak pun tak terelakkan, yang mengakibatkan J tersungkur oleh timah panas dari pistol E. Itulah cerita yang beredar di awal kasus yang akhirnya berbuntut panjang ini.

Namun setelah jenazah Brig J dilihat paksa oleh keluarganya, keanehan dan keganjilan pun mulai terkuak satu per satu. Bukan cuma itu, di TKP (rumah dinas FS) pun keganjilan dan keanehan tidak kalah seru. Seperti masalah CCTV yang tidak bisa diakses, ketua RT yang terkesan diintimidasi dsb.

Semakin lama, publik dunia maya (netizen) pun bereaksi, dan pada umumnya memihak keluarga alm J bahwa kematiannya tidak wajar. Tembak-menembak antara J dengan E diyakini cuma karangan bebas para pelaku. Dan belakangan memang benar terbukti, bahwa Brigadir J dieksekusi dalam keadaan tidak berdaya, atas perintah sang komandan yang kini jadi pesakitan.

Penembakan ini diyakini terjadi berdasarkan skenario yang melibatkan Putri C., seorang sopir, dan Ferdy sendiri. Motifnya, diduga Brigadir J "tahu terlalu banyak", atau motif selingkuh? Jika benar, maka ini layak dinamakan pembunuhan terencana. Dan lazimnya, para otak atau perencenanya layak diancam hukuman mati!

Namun hasil persidangan yang kelihatannya sudah memasuki tahap-tahap penentuan, terjadi keanehan menyangkut vonis terhadap para terdakwa. Ferdy diancam hukuman seumur hidup. Putri C delapan tahun, dan Kuwat Ma'ruf (sopir) delapan tahun. Yang lebih tragis, Bharada E, pelaku penembakan  atas perintah atasan, dan belakangan berperan sebagai justice collaborator, kena 12 tahun!

Terus terang saja, ini sangat melukai rasa keadilan. Di samping perkara hukum yang terkesan bertele-tele dan beralurut-larut itu, ganjaran hukum terhadap para pelaku pun sangat minimalis. 

Entah keadilan macam apa yang sedang tersaji ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline