Lihat ke Halaman Asli

Hans Pt

Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Kepentingan Rating dalam Balut Komedi, Lucu atau Berbahaya?

Diperbarui: 29 Juli 2018   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image result for badut seram: alexnld.com


Komedi, lawak, humor, dagelan, atau apa pun istilahnya, merupakan program televisi yang lumayan banyak penggemarnya. Siapa sih yang tidak ingin tertawa ketika menonton acara hiburan segar dalam bentuk lawakan? Maka program-program televisi dalam negeri semacam Srimulat, Sentilan Sentilun, Opera van Djava, Stand Up Comedy, dll., digemari banyak pemirsa.

Acara-acara di atas umumnya mengandalkan dialog yang bisa membuat para penonton minimal tersenyum, atau paling "parah": tertawa terpingkal-pingkal.

Penulis skenario dituntut kreatif menggali hal-hal yang lucu, atau menciptakan dialog lucu untuk menggambarkan atau mengomentari peristiwa-peristiwa yang sedang aktual di masyarakat.

Seperti Sentilan Sentilun, misalnya, yang kerap mengangkat isu politik untuk menyindir kebijakan atau perilaku seseorang tokoh.

Tetapi untuk bisa memahami pesan dan menikmati muatan humor yang disajikan para pelakon, pemirsa paling tidak harus mengerti situasi dan kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan nyata. Bila tidak, maka kita hanya kebingungan sewaktu menonton. Lalu karena tidak mengerti, penonton pun mengganti dengan saluran lain.

Program komedi yang hanya mengandalkan dialog, diharapkan tetap dikemas dengan santun dan menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai ketimuran. Hal-hal yang berbau  porno dan jorok, sering diangkat atau diplesetkan sehingga terdengar lucu dan membuat orang tertawa. Tapi jangan terlalu vulgar, sebab bisa membuat banyak orang jadi kurang nyaman, tersinggung, atau salah tingkah.

Pernah ada pelawak di panggung dengan vulgarnya melontarkan ucapan-ucapan berbau porno yang diplesetkan sedemikian rupa sehingga bagi banyak orang terdengar lucu dan menghibur.

Tetapi si pelawak agaknya kurang cerdas menyesuaikan dengan lingkungan penonton  yang terdiri dari berbagai latar belakang kalangan, termasuk anak-anak yang dibawa oleh orang tuanya menyaksikan acara tersebut. Anak-anak tertawa terpingkal-pingkal, sementara orang tuanya hanya bisa tersenyum kecut dan pucat, bahkan ada yang tersinggung dan tidak terima lawakan tersebut.

Program televisi atau film bergenre humor, ada pula yang menampilkan gerakan atau adegan yang dianggap sebagai lucu, padahal sebenarnya berbahaya.

Misalnya saja, film-film Warkop beberapa dekade silam sudah identik dengan film lawak atau komedi. Maka membaca judul filmya saja, orang-orang zaman itu sudah tersenyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline