Lihat ke Halaman Asli

Hans Pt

Swasta, Sejak Dahoeloe Kala

Nekat Mau ke Bali, Akhirnya Balik

Diperbarui: 1 Juni 2018   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Lebaran dua tahun silam, saya di Surabaya mengisi libur sepuluh hari. Bosan pula, di rumah (mertua) terus. Pinginnya sih jalan-jalan ke Bali, dua tiga hari, sendirian saja. Mau ikut acara keluarga, ogah, mending balik ke Jakarta. Daripada kembali ke DKI, lebih keren dolan ke Bali, dengan tarif ekonomis. Uang pegangan hanya Rp 1 juta, yang menghuni dompet saya ketika berangkat dari Jakarta kemarinnya. Bisakah? 

Kalau mau merogoh kocek lebih dalam, memeras kartu ATM sendiri, tidak masalah sih berwisata ke Bali dari Surabaya selama dua tiga hari. Nginap dua malam di hotel kelas melati. 

Tapi rasanya kok tidak "nendang" ya, tidak ada tantangan sama sekali. Liburan dengan gaya konvensional seperti itu, sangat tidak layak bagi seseorang yang di masa muda gemar berpetualang, semacam saya. 

Saya ingin ke Bali dengan modal nekat (Rp 1 juta). Akan banyak cerita kalau ini bisa saya tunaikan. Andaikata saya punya uang Rp 5 juta misalnya, dan bolak-balik Surabaya - Bali - Surabaya dalam dua hari, tidak ada yang perlu diceritakan. Semua orang pasti bisa. Tapi dengan hanya Rp 1 juta? Ini misteri yang harus ditaklukkan!

Niat ini saya utarakan ke istri. Seperti saya duga, tidak mendapat restu. Tapi saya (mantan) petualang, yang suka menempuh perjalanan tidak lazim. Paginya saya naik angkot menuju Stasiun Gubeng, Surabaya. Sebab dari stasiun sanalah kereta api berangkat menuju Banyuwangi. Semalam saya sudah berselancar di internet untuk mencari info dalam rangka mewujudkan rencana saya ini. 

Sebenarnya ada kereta api dari Stasiun Lempuyangan Yogyakarta langsung menuju stasiun akhir Banyuwangi. Tetapi saya sudah di Surabaya, dan harus naik kereta api yang diberangkatkan dari Gubeng!

Saya makin percaya diri berpetualang di Pulau Bali dengan modal cuma Rp 1 juta itu, setelah via internet saya dapat info tentang tarif-tarif penginapan yang murah-meriah di kota-kota wisata. Ada yang hanya Rp 50.000 semalam. Kalau misalnya tiga malam di Bali, saya hanya mengeluarkan Rp 150.000 untuk akomodasi. 

Bagaimanapun, penginapan itu vital untuk tempat istirahat di malam hari. Tarif kereta api ekonomi Stasiun Gubeng - Banyuwangi pun paling murah Rp 50.000. Harga ini tentu saja sesuai dengan skenario saya. Lama perjalanan kurang-lebih 10 jam! Dari Banyuwangi kita ke Pelabuhan Ketapang, lalu naik kapal ke Gilimanuk, pintu gerbang Pulau Bali!

Setelah hitung-hitung biaya nginap 2-3 malam di Bali dan ongkos kereta api pergi dan balik lagi ke Surabaya, hanya Rp 250.000. Artinya uang di saku untuk makan, ngopi dan ongkos-ongkos di jalan menuju tempat wisata masih lebih dari cukup. Syaratnya, tentu saja, kita harus pandai-pandai memilih warung atau kantin yang murah untuk makan siang atau malam. 

Maka carilah warung-warung tradisional milik warga pribumi yang memang diskenariokan hanya untuk warga setempat. Jangan masuk ke restoran atau gerai di pinggir pantai yang memasang tarif dalam US dolar. 

Beberapa tahun sebelumnya saya memang sudah pernah ke Sanur Bali, dalam rangka acara kantor selama dua hari. Waktu itu  nginap di hotel berbintang. Dan waktu jalan-jalan, saya menemukan warung tradisional yang harga-harganya juga  disesuaikan dengan kantong warga pribumi. Ketika itu saya memesan nasi  goreng dengan harga Rp 10.000,- Dan rasanya uenak tenaaan...  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline