Tiada hari tanpa menangkap pelaku korupsi. Slogan ini kelihatannya pas bagi KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) yang sejauh ini telah berhasil menyelamatkan uang negara dari para garong berwujud pejabat dan politikus. Langkah KPK ini membuat ketar-ketir para kawanan, sehingga berupaya melakukan berbagai cara supaya lembaga ini bisa dikendalikan, ditundukkan, atau bila perlu bubar.
Macam-macam ekspresi ketakutan mereka melihat sepak-terjang KPK yang tidak gentar menangkapi pejabat dalam operasi tangkap tangan (OTT). Misalnya ada pejabat negara yang dengan sinis: "Pejabat lama-lama bisa habis, kalau KPK melakukan OTT". Ada politikus yang tidak malu-malu teriak agar KPK dibubarkan, karena menurut oknum pejabat itu, KPK itu cocoknya hanya berada di Korea Utara.
Setan korupsi telah merasuk ke segala sendi bangsa ini. Para pejabat dan lembaga yang mestinya kompak membantu KPK dalam memerangi korupsi, kelihatannya justru ingin ikut-ikutan menjadi musuh bagi KPK. Belum lagi reda sepak terjang beberapa politikus yang berambisi menghabisi KPK, karena khawatir borok mereka akan disingkap KPK.
Korupsi memang sulit ditaklukkan, karena virusnya sudah bersarang ke semua lini. Kinerja KPK yang sukses menelikung beberapa koruptor, belum membuat ciut nyali para maling. Dengan berbagai modus dan cara, para kaum pencoleng uang rakyat ini terus muncul ke permukaan. Beberapa koruptor yang tertangkap, bahkan sebelumnya dikenal sebagai sosok yang santun, agamis, dan antikorupsi! Di bawah KPK periode ini, sudah cukup banyak koruptor bernasib sial yang tertangkap. Tapi kita yakin, jauh lebih banyak lagi maling yang belum tertangkap, yang masih bernasib mujur. Kita doakan semoga mereka-mereka secepatnya menemukan hari naas masing-masing.
Salah satu penyebab negeri ini sulit terbebas dari tindak korupsi adalah karena banyak orang kita yang bermuka badak. Tidak malu, dan tidak tahu malu. Sudah diborgol mengenakan rompi KPK, namun masih sumringah, seolah tidak bersalah. Dan memang, dalam sejarah, koruptor yang tertangkap tangan dengan dilengkapi barang bukti yang memadai, tidak pernah mengakui perbuatannya. Masih saja berkilah bahwa dia dizolimi, bahkan sambil bersumpah demi nama Tuhan semesta alam, bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindakan yang sangat hina itu!
Hal yang sama terlihat pada kasus KTP elektronik yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Beberapa wakil parpol yang terindikasi kuat kecipratan uang haram itu, masih giat melakukan bantahan. Sekalipun banyak cemooh dan celaan, terhadap para politikus ini, mereka tidak memperlihatkan rasa malu. Bahkan terus maju. Sudah jadi tersangka, masih berpikir untuk lolos dari jeratan lewat mekanisme pra-peradilan. Miris rasanya ketika belum lama ini Setya Novanto dimenangkan oleh seorang hakim tunggal pra-peradilan. Untung KPK tidak mau kalah, dan terus mengejar hingga kini yang bersangkutan sudah ditahan.
Korupsi adalah musuh rakyat, karena ulah para koruptor yang menggerogoti dana negara, rakyat pun sengsara hidupnya. Abraham Samad yang pernah menjadi ketua KPK bahkan mengatakan salah satu penyebab kemiskinan adalah korupsi. Menurut perhitungannya, jika tidak ada korupsi, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Koruptor telah merampas hak rakyat untuk hidup sejahtera di negeri yang kaya raya ini.
Sudah sejak lama beredar wacana supaya koruptor dihukum mati saja. Tapi usul dari sebagian besar masyarakat ini kelihatannya belum mendapat perhatian serius untuk direalisasikan. Tapi kalau kita mau berpikir jernih, hukuman mati bagi koruptor tidak perlu dilakukan di Indonesia. Selain kesan "menghukum mati" sangat kejam, banyak dari kalangan masyarakat yang berpendapat bahwa soal hidup-matinya seseorang itu ada di dalam tangan Tuhan.
Maka koruptor tak perlu dihukum mati. Yang dibutuhkan masyarakat toh bukan nyawa sang koruptor, tetapi uang yang telah dicurinya. Dan kalaupun seorang koruptor kelas kakap ditembak mati, apakah uang rakyat yang diembatnya semua kembali ke negara? Rasanya tidak. Kalaupun seorang koruptor dihukum mati, harta kekayaannya dari hasil menilap uang rakyat itu masih dinikmati sanak keluarganya. Apalagi istrinya banyak, anak banyak, dan semua kecipratan uang hasil korupsi? Semua hidup mewah dari hasil korupsi.
Maka, jika ada koruptor yang sudah terbukti secara sah dan meyakinkan menyelewengkan uang negara untuk memperkaya diri sendiri, sita saja seluruh harta dan uangnya, bahkan yang disembunyikan mengatasnamakan orang lain supaya diusut sampai ke akar-akarnya. Dengan istilah lain, dimiskinkan!
Memang si koruptor tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan mendekam di dalam penjara. Namun seluruh harta benda dan uang yang tidak logis pemilikannya, disita untuk negara. Misalnya seorang mantan pegawai pajak yang diketahui memiliki banyak rumah mewah dan uang miliaran rupiah, sejak beberapa tahun lalu sudah mendekam di penjara. Mungkin dalam waktu yang tidak lama lagi dia akan bebas. Dia akan dengan bebas dan sumringah menjalani hidup dengan harta dan uang hasil rampokannya. Ini rasanya tidak adil dan melukai nurani masyarakat.