US Election 2020 adalah pertempuran yang beyond Trump vs Biden apalagi Pence vs Kemala. Tapi pertempuran dua platform politik yang diwakili Republikan vs Demokrat. Sayang, isu ini tidak muncul di media manapun, baik US maupun Indonesia. Dominasi Media yang luar biasa, memperlihatkan pertempuran Proxy Geo-Politik kekinian ada dalam informasi dan teknologi.
CNN, NBC, ABC, bahkan terakhir FOX dibantu dua raksasa Sosial Media, Facebook dan Twitter semuanya menyuarakan yang sama, "Asal Bukan Trump" sejak 4 tahun lalu. George Soros dalam pernyataanya di video, "Trump membahayakan, tapi dia hanya fenomena, 2020 akan selesai". Wow. Trump sudah menjadi public enemy, bahkan kubu pro-anti Jokowi pun bersatu di Indonesia membantai Trump. Mengamati fenomena ini, semakin membuat jantung saya berdegup kencang. What's going on?
Kembali ke-2 isu platform politik diatas. Pertempuran US Election 2020 sebenarnya adalah gunung es yang dibangun sejak Obama-Biden 12 tahun lalu (1 dekade). Bahkan mungkin lebih jauh lagi, tapi saya melihat Obama adalah tokoh sentral. Sebab itu, dia adalah ex-presiden Amerika yang ikut berpolitik praktis dengan mengecam Trump. Ex-presiden lainnya, relatif menghindar dari politik sebagai sebuah etika politik US. Mirip SBY begitulah, mantan presiden yang sangat berpolitik praktis.
Ditangan Obama lahir legalitas pernikahan sejenis di negara yang berlatar belakang konservatif Kristen terbesar selama 4 abad terakhir, Amerika. Dalam konteks peperangan ideologi, dan peradaban, Obama bisa disamakan dengan Ottoman yang membuat shifting peradaban. Sebab itu, Obama dan Demokrat mem-push agenda supaya Hillary bisa melanjutkan di 2016. Tak disangka Trump, yang bisa dikatakan, "bocah tua nakal" muncul from "nowhere" dan merusak semua agenda yang anda. Inilah awal kemarahan dari Demokrat, sehingga "by all means" Trump harus jatuh.
Taruhan Yang Mahal
Bagi yang mengikuti 4 tahun Donald Trump, kalau mau benar-benar jujur dengan data, maka Trump mirip sekali dengan Ahok. Kalau Ahok lewat Youtubenya, Trump lewat Twitter mereka berkata lugas, cenderung kasar. Tapi mereka doing their job. Sangat model profesional bukan politisi. Mereka berdoa tidak menggunakan pendekatan "Politically Correctness" yang disukai dari Obama, Clinton (I never had a sexual relation with this women? masih ingat?), ataupun Biden. Smooth, but deathly!
Bisa dikatakan Trump vs Biden mirip Ahok vs Anies. Trump didemo BLM (Black Lives Matter), Ahok didemo 212. Ahok bahkan sampai lebih jauh dipenjarakan. Siapa yang menjatuhkan Ahok, SEMUA PIHAK! Ada kelompok SBY, Prabowo, JK,PKS, Ormas, SJWs bahkan terakhir terlihat "dilepas" oleh partai-partai pendukungnya sendiri. Karena Ahok membuat semua orang tidak makan. Terlalu disruptive. Sampai hari ini Ahok dikotakkan. Trump pun rupa-rupanya hendak di-Ahokkan.
Tapi kali ini yang dilawan bukan hanya pribadi Trump yang banyak flaw, selain kata-katanya. Tapi platform politik tandingan Republikan yang sudah menjadi penyeimbang Demokrat sejak awal pendirian negara. Artinya, pertaruhan Trump lebih besar, dan lebih mahal dibanding Ahok uang cuma Jakarta.
Tuduhan Fraud (penipuan, kecurangan) dalam pemilu bukan sekedar yang dibayangkan di sosmed Indonesia, mirip Prabowo atau Kadrun. Far from it. Apabila Trump bisa membuktikan maka bukan sekedar dia tiba-tiba bangkit dari kematian, tapi seluruh komplotan akan masuk penjara, dan akan menjadi sejarah penipuan pemilu terbesar didalam sejarah Amerika, bahkan mungkin negara demokrasi modern. Itu taruhannya. Beranikah Supreme Court memutuskan hal itu?
Ingat sebelum election, Amy Coney Barret, tiba-tiba out of nowhere muncul menjadi hakim ke-9 di SCOTUS (Supreme Court of United States). Amy yang konservatif menggantikan Ruth Ginsburg yang meniggal. Dengan adanya Amy, maka posisi voting adalah 6-3 (dalam keadaan normal) untuk konservatif.
Barrett, who is 48 years old, is likely to serve on the court for decades and will give conservatives a 6-3 majority on the Supreme Court, a shift in its makeup that could have dramatic implications for a range of issues that could come before it, including the future of the Affordable Care Act and any potential disputes regarding the 2020 election. (sumber)
Artinya, kalau bisa sampai ke Supreme Court, kemungkinan Donald Trump menang masih ada. Dan ini taruhan yang sangat mahal. Apabila SC memenangkan Trump, bisa dibayangkan riot dan demo left akan merebak, dan pasti eskalasinya tinggi. Dilain pihak, kalau Trump tetap ngotot, maka dia memiliki massa yang kemungkinan besar lebih besar dari Biden sendiri. Dan dia masih dalam kondisi jadi Presiden, jadi masih memegang "tombol nuklir Amerika".
400 Tahun Amerika
11 November 2020 adalah 400 tahun mendaratnya kapal Mayflower dari Inggris ke Plymouth, MA. Negara bagian Ameria yang dikenal dengan sebutan New England (Inggris Baru). 4 abad adalah masa yang cukup panjang. Kebudayaan Barat (western) telah mempengaruhi dunia lebih dari ideologi/agama yang lain. "Google", "FB", "Youtube", "Twitter" dan masih belum KFC, McDonald, dan Holywood adalah bukti jelas Amerika bukan negara yang lahir kemarin sore. Trump dan Biden tahu itu.