Gegap gembita Gayus Tambunan yang dikelilingi pemberitaan kompasianer-kompasianer Pakde Kartono, Mbak Ifani, Vita,
Tomy Unyu, dan Baskoro Endrawan menggelegar di dunia medsos. Tak kurang Menkumham sangat sigap menanggapi kasus
GT. Pertempuran antar kompasianer melalui artikel-artikel terasa langsung memuncak. Tidak bisa dipungkiri,
Kompasiana telah menjadi pusat berita. Yang menjadi pertanyaan adalah berita-berita yang bersifat 'noise' atau
'voice' yang bertebaran di Kompasiana?
Sekali lagi saya harus memberi kredit kepada kang Pepih yang 'menemukan' istilah noise dan voice ini. Medsos yang
selama ini dianggap noise, ternyata bisa menjadi voice. Kebalikan mainstream media yang konon menurut legenda
memiliki serangkaian proses editing karena adanya kode etik, seringkali hanya menjadi noise yang mengaburkan
fakta.
Tugas membedakan antara noise dan voice terasa seperti tugas teolog, ahli agama, ataupun filsuf. Noise menjadi simbol dari kebohongan, voice adalah simbol dari kebenaran. Menyebarkan noise berarti menyebarkan kebohongan, menyebarkan voice berarti menyebarkan kebenaran.
Dan harus diakui, masih banyak kebohongan yang disebar daripada kebenaran. Bagikan "metani tumo" kata orang Jawa. Atau 'mencari kutu' yang kecil di tengah lebatnya rambut kepala. Kebenaran-kebenaran menjadi sangat mahal harganya. Kebohongan menjadi sangat mudah di viralkan.
Inilah sebabnya saya ambil keputusan di media sosial untuk tampil sebagai "surat yang terbuka". Foto saya bukan foto tempelan, Facebook (twitter, blog, instagram, dll) saya berisi status-status asli, teman-teman asli, keluarga-keluarga asli, dan tidak takut untuk menyatakannya. Pemikiran saya sederhana, dengan tampil apa adanya, ide-ide saya bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan sesama.
Tuliskan Kebenaran, Hasilkan Perubahan! Konsistensi pemikiran, ide, dan tulisan akan pada akhirnya menempatkan diri kita sebagai VOICE yang akhirnya diikuti orang-orang. Biarkan suara-suara asing terus bersuara, pada akhirnya domba akan mengenali suara gembalanya. Kenali Voice, ikuti Voice, dan jadilah Voice.
Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H