Lihat ke Halaman Asli

Hanny Setiawan

TERVERIFIKASI

Relawan Indonesia Baru

Menggerakkan Relawan Tanpa Uang, Mungkinkah?

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1390887730977227073

Dalam sebuah pergerakan terlepas dari tujuan pergerakan itu relawan, loyalis, atau pengikut  dari gerakan adalah darah dari pergerakan itu.  Sebagai contoh, loyalis Anas yang terus semangat walaupun sang tokoh sudah ada di kerangkeng KPK sangat menarik untuk dikaji penyebabnya. Jokowi-Ahok Lovers jelas memiliki tingkat keloyalan yang luar biasa.  Yang terbaru adalah relawan Anies Baswedan dengan semangat #turuntangan-nya.   Dan jangan lupa Dahlan Iskan, Prabowo, Gita Wirjawan, Win-HT, sampai pengikut FPI masing-masing memiliki loyalisnya sendiri-sendiri. Relawan seharusnya tidak dibayar.  Apabila dibayar jadinya provokator atau pasukan nasi bungkus. Minimal itu bukan relawan tapi  "tim sukses"   Untuk membentuk tim sukses ini akan mahal sekali, itu sebabnya caleg-caleg harus merogoh kantong demikian banyak untuk ikut pemilihan.  Partai-partai politik pun harus menyediakan dana yang fantastik untuk bisa memenangkan pemilu.  Yang terakhir, untuk menjadi saksi parpol saja uang harus bermain. Ini adalah bagian lingkaran setan (vicious circle) dalam budaya korupsi yang sebenarnya harus diberantas sedini mungkin. Pakar kepimpinan dunia John Maxwell menyatakan pernyataan yang terkenal "Leadership is Influence" yang artinya adalah kepimpinan adalah pengaruh.  Bukan posisi, apalagi membeli! Apa yang membuat seseorang diikuti dan bagaimana prosesnya menghasilkan relawan-relawan militan tanpa uang? Patut di pelajari. Dari semua calon-calon pemimpin bangsa, saya tertarik mempelajari Jokowi, Ahok, dan Anies Baswedan sebagai studi kasus sederhana bagaimana menjadi pemimpin yang menggerakkan tanpa uang.  Ketiga pemimpin ini sangat karismatik dan berbeda dari pemimpin-pemimpin yang lain.  Jokowi-Ahok lovers sudah terkenal sangat militan dan kadang cenderung fanatik.  Anies Baswedan lebih liar lagi ide-idenya.   Sejak dari gerakan Indonesia Mengajar terlihat Anies sangat piawai menggerakkan konstituen.  Hampir tidak ada yang mengkritik dia dalam persuasif orasinya. Meskipun demikian, ketiga pemimpin ini sangat berbeda satu dengan yang lain.   Masing-masing memiliki jurus yang ampuh untuk menggerakkan relawan masing-masing. #1 Jurus Jokowi

Menggandalkan aksi yang dari Hati, Jokowi pun mencuri HATI.  Kira-kira pernyataan ini yang paling tepat menggambarkan apa yang saya sebut jurus Jokowi.  Dengan aksi-aksi lapangan yang terkenal dengan sebutan blusukan, Jokowi mampu memenangkan hati konstituen yang sangat besar jumlahnya.  Modal Jokowi adalah HATI.   Apabila frekuensi hati tidak sama, maka lahirlah jokowi-haters.  Dan itu normal, tidak ada satu pemimpin pun di dunia yang tanpa penentang (Maxwell).

#2 Jurus Ahok

Sejak awal Ahok meluncurkan BTP (Bersih, Transparan, Professional).  Dan fokus Ahok adalah menegakkan Nilai-Nilai.  Jadi tidak heran Ahok akan selalu konfrontasi dan penganut nilai-nilai yang berbeda.   Konstituen Ahok adalah relawan-relawan yang memiliki nilai-nilai yang sama.  "Common enemy makes unity"  terjadi dalam kasusnya Ahok.  Tidak berlebihan kalau dalam duet  Jakarta Baru, Ahok disebut bad cop-nya.  Ini sesuai dengan fokus kepimpinannya.

#3 Jurus Anies

Sebagai dosen dan lulusan barat, terasa sekali Anies selalu mulai dari Ide.  Ide-idenya brilian dan sangat logis, heroik, dan meyentuh.   Sebab itu jurus Anies adalah inspirasi.  Dengan kepiawaiannya orasi dan menulis ide-idenya ditularkan dan mampu meraih relawan-relawan tanpa uang sepeserpun.  Luar biasa bukan?  Suara relawan lebih besar dari baliho katanya.   Tidak mengherankan, konstituen muda yang merupakan net-citizen paling terpengaruh dengan cepat oleh Anies.  Kecepatan social media mem-viralkan ide menyebanbkan jurus ini sangat luar biasa pengaruhnya.

Dari analisis sederhana diatas, saya mencoba menyusun sebuah konsep kepimpinan yang menggerakan. Semoga ini bisa membantu caleg-caleg dan para pegiat-pegiat sosial untuk dapat bergerak bersama-sama membangung bangsa tanpa harus meminta-minta dana anggaran pemerintah ataupun pemodal politik. [caption id="attachment_292568" align="aligncenter" width="673" caption="Jokowi, Ahok, Anies"][/caption] Tidak ada yang lebih baik.  Ketiga jurus ini saling melengkapi.   Gaya kepimpinan situsional harus mampu diterapkan, sehingga tatkala harus tegas seperti Ahok, pemimpin tidak sungkan.  Ketika harus blusukan ke banjir dan langsung ke lapangan dan naik ojek, pemimpin harus menunjukkan tidak keberatan.  Dan juga pemimpin harus memiliki ide, gagasan, dan konsep yang jelas sehingga relawan bisa melihat blueprint lebih jelas.

13908882031410145933

Apabila para pemimpin kita tidak terlalu banyak "berhutang" dalam proses pemilihan 2014,  maka kita bisa menaikkan level harapan kita Indonesia yang lebih baik.  Indonesia Baru. Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline