Politically Correct adalah sebuah istilah yang seringkali dipergunakan untuk menggambarkan komunikasi politik seorang pemimpin yang secara etika politik tepat tapi terasa bahwa di belakangnya ada yang salah. Pidato Bill Clinton dalam Lewinsky Scandal menyatakan bahwa Bill memiliki "inappropriate relationship" dan membantah memiliki sexual relationship adalah termasuk bahasa-bahasa politik kelas tinggi. (sumber)
Gaya pidato SBY yang sangat hati-hati dan konon sampai ada konsultan khusus untuk itu sarat dengan bahasa-bahasa politik yang sangat appropriate, tapi cenderung tanpa nyawa. Beda dengan alm. Gus Dur yang ceplas-ceplos dan cenderung membalik gaya komunikasi politiknya, sangat terbuka dan otentik. Gitu aja koq repot.
Yang terbaru adalah airmata seorang Risma di Mata Najwa, dan isu mundurnya beliau. Seorang psikolog besar Sarlito di Koran Sindo memberikan analisa psikologinya sebagai berikut:
Persis satu jam 30 menit saya di perjalanan, bersama sopir, di tengah kemacetan (walaupun tidak hujan). Jadi saya bisa fokus betul mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibirnya dan mengamati setiap gerak tubuhnya dan mimik wajahnya, bahkan tetesan airmatanya.Kesimpulan saya: Tri Rismaharini adalah sebuah fenomena luar biasa! Sebetulnya tidak ada yang luar biasa dari tampak luarnya. Tubuhnya tidak tinggi semampai seperti Sophia Latjuba (yang belakangan dikabarkan comeback ke Indonesia dan langsung membuat heboh infotainment), tidak juga secantik Ibu Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. (Sumber)
Senang saya mendapat link ini dari kompasianer Jaya di kolom komentar di catatan harian online saya di kompasiana (Belajar Rahamatan lil alamin dari bu Risma), karena Sarlito adalah referensi profesional dalam psikologi. Pendapat dia dapat di pertanggungjawabkan secara keilmuan, biarpun tentunya masih dalam batas opini karena bu Risma bukan kliennya.
Intiya, Sarlito, saya dan jutaan penonton Mata Najwa dan warga twitterland PERCAYA bahwa airmata Risma adalah airmata ASLI.
Tapi ternyata tidak semua orang berpendapat demikian. Dengan argumen rasionalitas dan analisa politik mumpuni, tuduhan yang di berikan ke bu Risma adalah bu Risma sedang "Playing Victims" bahkan kompasianer Ferry Koto yang tidak pernah menulis 1 artikel pun, TIBA-TIBA tertarik untuk turun gunung nulis dan langsung di setting Trending Article di Kompasiana dan mengatakan cukup keras bahwa Risma sedang MEMAINKAN Isu Mundur. Dengan kata lain, airmata Risma adalah politik. PALSU!
Isu mundur ini bagi TRH, kelihatan seperti sedang memainkan salah satu strategi perang yang sangat terkenal, Tsun Tzu, yaitu strategi Tampak Lemah disaat Kuat.Dari analisa diatas, terlihat bahwa TRH memainkan isu mundur ini pada saat yang sangat tepat. Pada kenyataannya bila TRH betul-betul mundur, dia akan menang dan tidak mundur juga akan tetap menang. (Sumber)
Ketika isu Risma bermain airmata ini saya konfirmasikan ke rekan pegiat sosial di Surabaya, ibu pegiat ini marah besar dan mengatakan,
"saya akan bela walikota saya","emangnya Risma disuruh politically correct saja?"
"Dasar goblok!"