Sebelum hasil Pileg 2014 keluar, terasa sekali serangan SARA ke Jokowi. Dengan realitas lapangan yang tidak ada satupun parpol berbasis agama di papan atas, terasa sekali perubahan strategi. Isu SARA mulai sayup-sayup ditinggalkan, isu "Jokowi Effect ga Ngefek" lebih di kedepankan. Mengapa berubah?
Bukankah seharusnya Jokowi masih haram, dan Ahok masih Cina dan Kafir? Koq tiba-tiba ada arus merapat ke bos-nya Ahok. Lebih hijau katanya. Idealisme yang di lacurkan atau ini hanya "perselingkuhan" sementara? Pertanyaan demi pertanyaan muncul secara natural, terutama bagi pengamat awam seperti saya.
Ada tiga pilihan koalisi dari partai agama ini untuk bisa masuk ke pemerintahan. 1) Koalisi antar mereka 2) Koalisi dengan Golkar 3) Koalisi dengan Gerindra. Koalisi dengan PDI-P terasa sekali hampir mustahil, mungkin satu-dua dari mereka yang sebetulnya nasionalis tapi berbau agamis melihat kemungkinan ke-empat ini mungkin.
Terlepas dengan siapa akan koalisi, yang agak janggal adalah ketika pilihan ke-3 yaitu koalisi dengan Gerindra yang terasa paling di minimati. Golkar tidak dimininati karena tidak ada calon kuat. Prabowo jelas adalah figur yang lebih kuat daripada Ical. Mereka mencari figur untuk di domplengi. Aha!
Biarpun koalisi dengan Prabowo berarti "selingkuh" dan menelan ludah sendiri karena berarti menghalalkan Hasyim dewan pembina Gerindra yang jelas adalah kristen sejati. Pengaruhnyalah yang menimbulkan "Hasyim Effect" sehingga ikut mendongkrak suara Gerindra. Caleg-caleg Kristen banyak di gandeng Gerindra. Terlihat ormas sayap Gerindra, KIRA (Kristen Indonesia Raya) yang di pimpim Hasyim cukup efektif mendongkrak Prabowo.
Hasyim sendiri tidak ragu-ragu meminta pertolongan "Amerika" dan "Barat" yang sangat di benci partai-partai sektarian agama. Perhatikan ulasan Tempo berikut:
Menjelang pemilihan presiden 2014, Hashim memang terlihat lebih aktif di partai. Beberapa waktu lalu, Hashim juga rajin menggelar pertemuan di Amerika Serikat untuk menggalang dukungan pencapresan Prabowo. Bahkan, pengusaha tambang ini telah mendirikan sebuah lembaga penelitian politik, bekerja sama dengan lembaga penelitian di Amerika. (Sumber)
Mengapa tiba-tiba semuanya itu jadi "halal"? Jawaban yang paling logis kembali ke axioma lama dalam politik yaitu "Tidak ada musuh dan/atau teman abadi dalam politik". Jadi kesimpulannnya, agama sudah di politisasi sedemikian rupa untuk meraup suara. Karena bukan idealismenya yang diperjuangkan, tapi kekuasanlah yang akhirnya di perebutkan. Sebab itu tidak aneh, Hasyim bisa jadi halal tapi Ahok haram. Karena semua ini hanya kepentingan sesaat demi kekuasaan. Menyedihkan.
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H