Kurang lebih H-18 lagi untuk mendaftarkan Capres dan Cawapres. Sampai detik ini, baru Jokowi yang memegang kartu pasti pencapresan. Yang lain masih cukup alot dalam negosiasi untuk koalisi. Yang dulunya lawan, tak sungkan sekarang pun berusaha jadi teman. Rakyat pun menanti.
Peter Senge seorang lulusan MIT dalam bukunya "the Fifth Discipline" menyebutkan istilah yang menarik "Mental Model" atau model mental dalam mempelajari sebuah sistem. Model mental pada dasarnya adalah gambaran dalam mental (angan-angan) yang dimiliki seseorang yang menggambarkan sistem berfikir orang tersebut. Setiap dari kita memiliki model mental yang mempengaruhi perilaku kita. Dan pemilik model mental - model mental yang sama akan berkelompok menjadi satu komunitas.
Meminjam istilah dan pengertian Senge tersebut, penulis mencoba memetakan model mental yang dimiliki para politisi Indonesia dalam membangun koalisi. Penulis tidak akan memberi contoh praktis siapa bermodel apa untuk menjaga obyektifitas pengamatan. Pembaca berhak untuk menilai sendri. Ada empat model mental yang penulis tangkap:
1. Model Mental Pragmatis
Model ini bisa di jelaskan dengan istilah "By all means". Artinya dengan segala cara yang penting tujuan tercapai. Misi yang baik, strategi yang luar biasa harus tercapai. Pemilik model mental seperti ini sangat bersemangat dalam bergerak. Terus aktif mencari rekan koalisi, SIAPAPUN tidak penting. Yang penting "aku bisa nyapres".
2. Model Mental Hedonis
Model ini bisa di jelaskan dengan istilah "UUD - Ujung-Ujungnya Duit". Artinya tujuan, misi, strategi hanyalah barang dagangan yang ujung-ujungnya apa yang menguntungkan secara keuangan bagi aku. Pemilik model mental sepert ini sangat oportunis. Tidak perlu jadi capres, yang penting ada dalam kekuasaan supaya tetap dapat kue pemerintahan. Yang penting "aku untung"
3. Model Mental Legalis
Model ini bisa di jelaskan dengan istilah "Berdasarkan aturan tanpa hati". Artinya aturan digunakan sebagai alasan utama untuk mengambil keputusan. Tidak begitu penting apakah akan merugikan orang lain atau orang banyak atau tidak. Pemilik model mental seperti ini sangat berbahaya karena bisa masuk kesemua kelompok selama ada dalam aturan. Tetapi sebenarnya hanya menggunakan aturan untuk mencapai hidden agenda yang dimiliki kelompoknya. Yang penting "aturanku"
4. Model Mental Humanis