3 kali sowan SBY, dikasih petuah model "sertijab" katanya, kemudian tulisan-tulisan kebanggaan pendukung Prahara SBY "malu-malu" merapat di GONG oleh Prabowo sendiri yang memuji hasil renegoisasi SBY atas freeport yang sebetulnya bukan sebuah prestasi (sudah ada dalam kontrak).
SBY yang kepopulerannya sudah meredup di akhir 10 tahun jabatannya ini, yang dia sendiri menyebut diri "kapal yang akan karam" mengapa di gunakan menjadi kartu AS Prabowo?
Dilain pihak pihak Jokowi TIDAK PERNAH mau "menjilat pantat" SBY. Dan konsisten dengan Koalisi Tanpa Syarat yang dipertegas di closing statementnya. Dua hal kontras ini menarik dicermati. Kalau SBY memang masih punya role penting untuk nambah suara, maka pihak Jokowi pasti tidak akan "secuek" ini. Ada apakah sebenarnya?
Satu-satunya yang masih di tangan SBY dan itu sangat penting bukanlah Demokrat, ataupun grass root pendukungnya. Tapi Prabowo mengincar dukungan SBY di jaringan sistem pemerintahan. Ingat SBY masih presiden, belum di lengserkan. SBY masih mampu memainkan perannya "dalam sistem". Dan ini berbahaya sekali kalau dilakukan.
Putus asa. Itulah signal yang diberikan langkah politik Prahara di "injury time" dan di debat presiden terakhir. Wajah sayu di akhir closing statement, kehilangan kegarangannya. Justu Jokowi terlihat garang dan "eye of tiger" itu ada di sorot matanya. Kejutan akhir debat yang manis bagi pendukung Jokowi. Terlihat sekali Jokowi-JK memang jauh lebih siap sebagai presiden
Entah apa alasan sebenarnya Prabowo memuji SBY secara berlebihan di debat presiden terakhir adalah sebuah blunder besar karena justru Prabowo MEMBERI KEPASTIAN ke swing voters, dan semua WNI bahwa memilih Prabowo = memilih SBY. Jadi sama saja rakyat diberi pilihan Jokowi atau SBY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H