Lihat ke Halaman Asli

Hanny Setiawan

TERVERIFIKASI

Relawan Indonesia Baru

Sudut Pandang Pengembang Kurikulum Kasus PR Matematika Anak SD

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di kompasiana saya banyak menulis soal politik meskipun sebenarnya bukan praktisi politik.  Salah satu pekerjaan utama yang saya kerjakan "for living" sebenarnya adalah sebagai pengembang kurikulum terutama mata pelajaran musik.  Saya agak menghindar menulis yang berbau kerjaan tiap hari supaya selalu memiliki cara pandang yang segar dalam melihat suatu permasalahan.

Tapi kali ini 4 x 4 x 4 x 4 x 4 = 6 x 4 atau 4 x 6  benar-benar menggugah saya untuk benar-benar menuliskan pendapat dari sudut pengembang kurikulum.   Minimal, kasus ini adalah realitas bersama di sekeliling kita yang harus semua pihak ikut memikirkan.  Bahkan kasus in menurut saya bisa menjadi tolok ukur untuk memilih Menteri pendidikan yang baru bagi pemerintahan baru Jokowi.

***

Dari sudut teori tentang pengetahuan atau theory of knowledge yang sering disebut epistemologi dalam pendidikan, knowledge dapat dibagi menjadi tiga: conceptual knowledge (konsep), procedural knowledge (prosedur), dan factual knowledge (fakta).   Taxonomy Bloom yang sudah diperbahari memperlakukan jenis-jenis pengetahuan ini sebagai dimensi yang berbeda.  Artinya, masing-masing knowledge harus didekati dan diajarkan secara khusus.

Dalam mengembangkan kurikulum, "learning objective" atau outcome (hasil akhir sebuah pembelajaran) adalah sesuatu yang sangat penting.  Guru berpedoman dengan outcome-outcome tersebut untuk membuat rencana pembelajaran atau lesson plan.

Dari sudut pandang diatas, kasus adik Muh. Erfas Maulana vs Guru SD tersebut menjadi sangat bias untuk ditentukan mana yang benar mana yang salah.  Tergantung  outcome apa yang hendak sang Guru ajarkan.   Apakah benar sang Guru hendak mengajarkan konsep minum obat 3 kali 1  hari tidak sama dengan 1 kali 3 hari? (sumber).  Ataukah guru sedang mengajarkan sebuah prosedur yang harus diulang-ulang?  Ataukah guru sedang mencoba mengeksplore cara pandang anak tersebut dalam mendekati soal matematika tersebt? Sayangnya, kita harus mengaudit lesson plan sang guru untuk mengetahui kebenarannya.

Dari sudut pengembang kurikulum, sesuatu yang sederhana menjadi tidak sederhana karena semua bersifat sangat filosofis dan seperti kasus-kasus ini ternyata sangat multi interpretasi dalam implementasinya.

***

Karena baik sang guru maupun sang kakak tidak ada permasalahan lagi, maka kita tidak perlu mendebatkan lagi secara sosiologis.  Tapi saya yakin ada lesson learned yang dapat kita pelajari sebagai orang tua, pemerhati pendidikan, bahkan oleh pembuat policy kebijakan pendidikan.  Dari sudut pandang saya, paling tidak ada 3 lesson learned yang bisa kita pikirkan bersama.

#1 Pendidikan Berpusatkan Anak

Yang paling penting dalam pendidikan adalah ANAK-nya mendapatkan TRANSFER pengetahuan.  Itu yang harus terus dipegang oleh semua pihak.  Tanpa adanya transfer, maka pendidikan menjadi gagal.  Disinilah letak permasalahan, ketika subyek pendidikan justru sering diabaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline